Jalan Menuju Kesejahteraan Melalui Rumah Sehat Komunal Gerakan Perubahan Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo

Nama Kabupaten/Kota
Kabupaten Pohuwato

Nama Inisiatif
Bupati Pohuwato

Latar Belakang

Kabupaten Pohuwato, menyediakan perumahan baru layak huni yang dinamai Rumah Sehat komunal, dilaksanakan secara terintegrasi melalui kolaborasi pendanaan kabupaten, dana desa/kelurahan, serta pemerintah pusat. Selama periode 2017-2019, rumah sehat komunal yang telah dibangun mencapai 699 unit dengan sumber dana dari Dana Desa (27,96 M) , APBD (8,5M) dan APBN (1,8 M) .

Permasalahan perumahan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Pohuwato , kabupaten di ujung barat Provinsi Gorontalo, menjadi salah satu isu perhatian Syarif Mbuinga, Bupati periode 2010-2015 dan 2016 – 2021. Sebagai kepala daerah yang dikenal sering ke lapangan, Syarif mengenal dengan baik kondisi perumahan dan permukiman di wilayahnya. Pada tahun 2015, menjelang akhir periode jabatan yang pertama, Syarif menyampaikan keresahannya kepada Ketua Bappeda saat itu. Salah satu perhatian Bupati adalah: Intervensi perumahan dan permukiman untuk MBR yang sudah dilakukan selama 3 tahun dinilai belum bisa mengangkat kinerja daerah dan tidak signifikan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin.

Permasalahan yang paling utama yang ditemui saat itu adalah kurangnya ketersediaan infrastruktur dasar. Bangunan rumah dinilai sudah baik tetapi akses air minum masih menggunakan sumur dan air sungai, sanitasi pada umumnya belum mempunyai jamban yang layak, sedangkan akses listrik masih sulit karena jauh dari pusat jaringan, sehingga terlalu mahal jika membuat sambungan hanya ke satu atau dua rumah saja di satu tempat.

Berdasarkan kondisi pada waktu itu, Kepala Daerah mempunyai gagasan untuk menggunakan pendekatan baru dalam penyediaan perumahan bagi warga miskin dalam satuan kawasan baru yang sifatnya komunal. Bersama dengan Bappeda, Dinas PMD, dan Dinas PUPR, Syarif Mbuinga menganalisis penyebaran penduduk berdasarkan wilayah dan letak geografis. Analisis ini dipakai sebagai dasar untuk menentukan kawasan yang akan dipakai sebagai lokasi perumahan dengan pengelompokan berdasarkan kategori wilayah – pantai dan pegunungan – serta sebaran penduduk pada desa-desa yang berdekatan.

Syarif Mbuinga juga menjaring gagasan-gagasan dari pihak luar melalui dialog dengan akademisi dari Universitas Gorontalo dan Universitas Negeri Gorontalo; Himpunan Pelajar dan Mahasiswa Gorontalo (HPMIG); tokoh pemuda dan berbagai tokoh masyarakat di Pohuwato. Rangkaian diskusi dengan Organisasi Perangkat Dinas (OPD) dan berbagai pihak kemudian melahirkan gagasan pengembangan perumahan dan permukiman bagi warga miskin desil 1 dan 2 dengan menggunakan pendekatan kawasan berbasis wilayah kecamatan dan diberi nama Rumah Sehat Komunal. Gagasan ini kemudian masuk ke dalam visi dan misi yang ditawarkan oleh Syarif Mbuinga ketika menjadi bakal calon kepala daerah dalam Pilkada Pohuwato tahun 2016.

Dengan terpilihnya kembali Syarif Mbuinga dalam Pilkada 2016, secara otomatis gagasan Rumah Sehat Komunal menjadi salah satu prioritas dalam Rencana Strategis Daerah. Berdasarkan penuturan Irfan Saleh, Kepala Bappeda Pohuwato yang saat itu masih menjabat sebagai sekretaris Bappeda, hal ini memberikan kemudahan bagi Bappeda dan OPD terkait dalam menurunkan ke dalam RPJMD, dan dokumen perencanaan sektor lainnya. “ Karena kami sudah terlibat dari awal pengembangan gagasan, maka lebih mudah dalam menyusun program karena sudah lebih memahami” tutur Irfan Saleh.



Konsep Rumah Sehat Komunal yang dikembangkan adalah : (1) pada masing-masing Kawasan luas lahan yang digunakan berkisar antara 0,5 sampai 2 Ha; (2) lahan berlokasi di salah satu desa di masing-masing kawasan yang dipilih dengan mekanisme usulan dari desa dan kecamatan kemudian ditetapkan oleh kabupaten; (3) penerima manfaat adalah kelompok desil 2 dan 3 dalam Basis Data Terpadu (BDT) yang dikeluarkan oleh Kementerian Sosial; (4) masing-masing desa setiap tahun mengusulkan 3 rumah tangga sebagai penerima manfaat yang akan bermukim pada Kawasan yang baru dimana biaya pembangunan rumahmya dibiayai oleh desa asal yang bersumber dari dana desa; (5) luas masing, masing bangunan rumah 36 m2 dengan lahan tambahan di depan dan belakang masing-masing 4 m2; (6) status rumah dan lahan selama 20 tahun tetap menjadi milik pemda, penghuni diberikan Sertifikat HGB dengan perlakuan khusus boleh dijadikan jaminan untuk kredit untuk modal usaha, dan boleh menambah dan/atau memperbaiki bangunan rumah. Aturan ini ada di dalam akta perjanjian antara penghuni dengan pemerintah; (7) Hak Guna Bangunan bisa dialihkan kepada ahli waris dengan perjanjian baru yang dibuat dihadapan notaris.
Hal pertama yang dilakukan oleh Pemda Kabupaten Pohuwatu untuk mewujudkan program ini menjamin adanya regulasi sebagai payung hukum. Setelah RPJMD diperdakan, maka disusun Peraturan Bupati yang juga mengatur keterlibatan pemerintah desa di dalam pelaksanaan dan pembiayaan program. Sumber pembiayaan berasal dari APBD Kabupaten, APBN dan dana desa. Untuk itu perlu dasar kebijakan yang jelas supaya desa bisa mengeluarkan dana bagi pembangunan rumah sehat setiap tahun.

Tantangan yang dihadapi pada saat sosialisasi muncul resistensi dari pihak desa. Ada kekhawatiran ketika warganya pindah ke Kawasan perumahan baru di desa lain, penduduk desa asal lama kelamaan akan berkurang. Bagi mereka berkurangnya penduduk berarti berkurangnya anggaran dana desa. Pada sisi lain warga yang dipindahkan akan jauh dari lokasi sumber mata pencaharian selama ini. Untuk mengatasi hal ini Kepala Daerah terjun langsung ke lapangan berdialog dengan kepala desa selama satu tahun pada tahun 2016. Pada akhirnya seratus desa yang berada di 13 kecamatan setuju dengan rencana tersebut.

Dana APBD digunakan untuk pembebasan lahan, pembangunan jamban dan septic tank komunal, pembangunan jalan, dan sambungan rumah untuk listrik. Hibah dari pusat (APBN) untuk pedesaan digunakan untuk sambungan rumah air minum sedangkan dana desa dianggarkan untuk pembangunan rumah. Anggaran yang disediakan oleh APBD seluruhnya mencapai 8,5 milyar, dana ini disalurkan melalui anggaran Dinas Perumahan dan Permukiman sebagai leading sector . Hibah pedesaan dari APBN 1,8 milyar dan dari dana desa sampai akhir tahun 2019 mencapai 27,96 milyar.

Tahapan selanjutnya menentukan lokasi yang akan dipilih menjadi Kawasan Rumah Sehat Komunal. Berdasarkan kategori geografis, ditentukan 18 kawasan yang akan dikembangkan pada 13 kecamatan yang ada. Masing-masing kecamatan ditentukan mengembangkan satu Kawasan Rumah Sehat Komunal, kecuali di Kecamatan Popyato, Wanggarasi, Marisa, dan Randangan masing-masing akan mengembangkan dua kawasan mengingat kecamatan-kecamatan tersebut mempunyai wilayah pantai dan juga pegunungan.

Mekanisme pemilihan lokasi dimulai dari usulan desa yang dibahas pada tingkat kecamatan dan diusulkan ke tingkat kabupaten. Di tingkat kabupaten penentuan calon lokasi dilakukan melalui rapat koordinasi antara Bappeda dengan para camat. Setelah 3 kali rapat koordinasi di bulan Januari sampai Maret tahun 2017, dengan memakai kriteria yang sudah ditetapkan pemerintah daerah terpilih 23 calon lokasi. Tim TPRD gabungan dari Dinas Penanaman Modal, Dinas PU, Dinas Lingkungan Hidup, dan Bappeda melakukan studi kelayakan dengan terjun langsung ke lapangan dan menetapkan 18 lokasi yang layak untuk dijadikan Kawasan Rumah Sehat Komunal. Tim TPRD kemudian menyusun dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) untuk 18 lokasi yang terpilih. Analsis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) tidak dilakukan karena lahan yang digunakan kurang dari 5 Ha.

Pengadaan dan pembebasan tanah mengikuti ketentuan Undang-undang no 2/2012 tentang Pengadaan Tanah. Untuk kebutuhan ini pemerintah daerah membentuk pokja dengan melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tanah yang akan digunakan bersumber dari tanah milik warga dan tanah Hak Guna Usaha (HGU) milik pemerintah yang sudah tidak dipakai. Setelah semua tahapan regulasi dilalui pemerintah daerah melakukan pembayaran lewat Dinas Perumahan dan Permukiman untuk lahan-lahan milik masyarakat. Harga ditentukan berdasarkan hasil penilaian dari tim appraisal. Menurut Irfan Saleh, proses pembebasan tanah tidak terlalu bermasalah, Tantangan justru ada pada tahap sertifikasi “ BPN masih lambat dalam proses sertifikat per petaknya, karena persoalan administrasi ” Irfan Saleh menuturkan.

Setelah penandatanganan kerjasama antar desa, proses pembangunan dimulai. Standar yang digunakan mengikuti standar teknis yang dikeluarkan oleh Kementerian PUPR. Dalam hal pemenuhan kebutuhan air minum menggunakan sambungan rumah yang bersumber dari PDAM, kecuali untuk Kecamatan Wanggarasi. Sumber air pada kecamatan ini sulit ditemukan dan masih dicari solusinya. Kebutuhan air di Kawasan ini pada musim kemarau dipasok dari pemda, sedangkan pada musim hujan memanfaatkan air hujan dan air sungai. Sampai akhir tahun 2019, unit rumah yang terbangun 44 – 84 unit per Kawasan, sehingga total dari tahun 2016 berjumlah 699 di keseluruhan kawasan.



Manfaat program bagi masyarakat jadi lebih mudah mengakses pelayanan infrastruktur dasar seperti listrik, airminum, dan sanitasi. Selain masyarakat, pemerintah daerah juga menerima manfaat dari program ini. Irfan saleh mengatakan bahwa dengan terkonsentrasinya kelompok masyarakat yang termasuk ke dalam desil 1 dan 2, intervensi dan pelayanan sosial, ekonomi dan infrastruktur untuk kelompok ini jadi lebih mudah karena ada dalam tempat yang sama.. Bahkan pemerintah Kabupaten Pohuwato mampu menurunkan angka kemiskinan dari 21,17% pada tahun 2016 menjadi 18,16 pada tahun 2019. Program penyediaan Rumah Sehat Komunal diyakini menjjadi salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan tersebut, mengingat 9 dari 16 indikator kemiskinan berkaitan dengan pengeluaran untuk perumahan dan pelayanan infrastruktur dasar. Kabupaten Pohuwato juga bisa keluar dari status desa tertinggal pada tahun 2020.

Pemerintah Pohuwato akan melanjutkan program ini dengan beberapa penyesuaian untuk menjawab dinamika dan tantangan yang terjadi. Dari sisi pembangunan ada dua pendekatan yang akan dipakai pada tahun 2020, yaitu (1) melanjutkan pembangunan yang belum selesai; dan (2) memperbaiki kualitas dimana dana desa yang dianggarkan bisa untuk 6 rumah per desa. Penyesuaian pendekatan ini diatur dalam petunjuk teknis APBDesa . Pemerintah daerah berencana melengkapi setiap kawasan dengan sarana pemukiman seperti saran kesehatan, sarna pendidikan, sarana ibadah dan sarana lain yang dibutuhkan.
Tantangan lain adalah memecahkan masalah transportasi penghuni Rumah Sehat Komunal ke tempat mencari nafkah yang rata-rata berlokasi di desa asal. Pemeliharaan dan perilaku hidup bersih penghuni juga menjadi perhatian pemda. Hal lain dari hasil pemantauan pemda terdapat bibit-bibit yang mengarah kepada kekumuhan karena perilaku penghuni dalam hal pemeliharaan dan hidup sehat. Menurut Irfan Saleh akan dilakukan pemberdayaan untuk mengatasi hal tersebut. Pemberdayaan juga akan dilakukan untuk peningkatan ekonomi rumah tangga, terutama untuk kaum perempuan. Bappeda sudah berkoordinasi intensif dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan untuk hal tersebut.

Terdapat beberapa faktor penunjang keberhasilan penyediaan perumahan melalui program Rumah sehat Komunal di Pohuwato seperti yang disampaikan oleh pihak Bappeda. Pertama adanya kepemimpinan dan visi yang kuat dari kepala daerah. Penerimaan masyarakat terhadap bupati memudahkan pemerintah daerah untuk menjalankan kebijakan yang ditetapkan kepala daerah. Hal ini juga didorong dengan komitmen kepala dinas dan perangkat OPD yang tinggi serta koordinasi Bappeda dengan berbagai sektor. Saran Irfan Saleh paling penting adalah memastikan gagasan perubahan menjadi program strategis daerah dan masuk ke dalam RPJMD. Lebih jauh Irfan mengatakan “sepanjang tidak masuk ke dalam RPJMD komitmennya tidak akan konsisten”.
(Marnia Nes, Editor : Gustom)

Tantangan

Aksi/Inisiatif yang dilakukan

Hasil dan Dampak