Antara Idealita dan Realita Penanganan Sampah


Hingga sekarang, sampah masih menjadi salah satu permasalahan lingkungan dan isu nasional di Indonesia. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), 2020, menunjukkan, Indonesia telah menghasilkan sekita 67,8 juta ton sampah yang sebagian besar berasal dari rumah tangga, dengan komposisi terbanyak berupa sampah makanan sekitar 39,8% dan sampah plastik sebesar 17%.

Kondisi ini tentunya perlu segera ditangani, terlebih Indonesia sudah berkomitmen mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/Sustainable Development Goals (SDGs) untuk mengurangi timbulan sampah/limbah melalui pencegahan, pengurangan, daur ulang, dan penggunaan kembali.

Dalam upaya mencari solusi pengelolaan sampah, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada 29 Juni 2022 lalu mengadakan Bincang Pembangunan IV dengan tema "Penanganan Masalah Sampah di Indonesia: Antara Idealita dan Realita".

Adapun tujuan lebih rinci dari kegiatan ini adalah untuk memahami arah kebijakan, capaian, dan kendala pada isu pengelolaan sampah. Kemudian, untuk mendiskusikan solusi yang komprehensif dan juga mendapatkan masukan untuk penyusunan rekomendasi pembangunan nasional di bidang persampahan.

Pada sambutanya, Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan BRIN, Mego Pinandito, mengatakan bahwa melalui acara ini pihaknya berharap masalah sampah yang ada saat ini bisa segera teratasi, terutama dengan berbagai upaya yang telah dilakukan, baik dari sisi regulasi maupun teknologi yang sudah ada.

"Bukan sekadar dapat melakukan sharing pembelajaran bersama. Khusus untuk daerah, kami berharap acara ini dapat memberikan suatu terobosan atau solusi guna menyelesaikan masalah sampah yang terjadi di wilayahnya," kata Mego.

Kemudian, pada sesi pidato kunci, Dewan Pengarah BRIN, Tri Mumpuni Iskandar, mengatakan, masalah sampah yang ada saat ini bukan hanya masalah nasional, namun juga sudah menjadi masalah global.

Menurut Tri, Indonesia telah banyak mendapat perhatian dunia, Hal itu karena banyaknya tumpukan sampah yang ada sudah mengotori sungai dan lautan. "Seperti yang kita ketahui, masalah sampah saat ini sudah semakin pelik. Bukan hanya karena jumlahnya, namun juga dampaknya yang kian besar, salah satunya menjadi sumber emisi gas rumah kaca," ujar Tri.

Terkait hal tersebut, Tri mengimbau kepada semua pihak untuk bisa saling berkolaborasi dan bersinergi untuk mendorong percepatan penanganan sampah. "Multi stakholder mulai dari pemerintah, swasta, pelaku usaha, hingga masyarakat perlu bersinergi untuk menciptakan upaya konkrit dalam penanganan sampah, termasuk untuk menghasilkan inovasi teknologi yang tepat guna," ujarnya.

Disisi lain, Direktur Perumahan dan Kawasan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas, Tri Dewi Virgiyanti, menyatakan bahwa dalam upaya penanganan sampah telah ada sejumlah peraturan pendukung, mulai dari Undang Undang nomor 18 Tahun 2008, Peraturan Pemerintah RI Nomor 81 Tahun 2012, hingga Peraturan Presiden RI Nomor 97 Tahun 2017.

"Semua peraturan ini disusun sebagai bentuk upaya pengelolaan sampah yang berkelanjutan di Indonesia. Adanya arahan untuk intergrasi dari hulu ke hilir, serta mendorong perubahan paradigma dari ekonomi linear menuju ekonomi sirkular adalah bagian dari arah kebijakan dan strategi pengelolaan sampah," kata Virgi.

Sebagai upaya lainnya, menurut Virgi,  saat ini, pemerintah pusat juga telah penyusun platform sistem pengelolaan persampahan nasional yang tujuannya bisa menjadi acuan dalam mewujudkan pengelolaan sampah yang berkelanjutan. "Selain itu, keberadaan platform juga diharapkan dapat menjadi landasan inovasi pengelolaan sampah, baik di pusat maupun di daerah," ujarnya.

Virgi menambahkan, selain berisikan delapan (8) prinsip sistem pengelolaan sampah, platfom ini juga menampilkan tangga pengelolaan sampah yang bisa digunakan oleh daerah untuk melihat posisi wilayah mereka masing-masing, sehingga nantinya daerah bisa menyesuaikan antara kondisi dengan strategi yang akan dilakukan.

Selain itu, disampaikan juga bahwa, setidaknya ada lima (5) aspek penting yang diulas dalam platfom ini yaitu aspek kebijakan, aspek kelembagaan, aspek teknis operasional, aspek pendanaan, dan aspek partisipasi pemangku kepentingan. "Kelima aspek ini merupakan aspek wajib yang harus selalu diperhatikan. Kelimanya bagai satu ekosistem, sehingga tidak ada yang boleh tertinggal," tutur Virgi.

Sebagai bagian dari pemangku kepentingan di sektor persampahan, Virgi mengatakan bahwa BRIN diharapkan untuk mampu menyusun dan mengkaji standar sarana, prasarana, dan juga dapat mengembangkan teknologi penangan sampah yang ramah lingkungan dan tepat guna, baik secara mandiri maupun bekerjasama dengan akademisi dan institusi lain.

"Harapannya, acara ini akan mendorong makin kuatnya kolaborasi, sinergi, dan munculnya terobosan inovasi untuk mewujudkan pengelolaan sampah yang berkelanjutan." pungkas Virgi mengakhiri paparannya.

Terkait sudah adanya regulasi pendukung untuk sektor persampahan, Rendra Kurnia Hasan, Asisten Deputi Pengelolaan Sampah, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, menjelaskan bahwa benar yang dikatakan Virgi, hingga saat ini telah banyak regulasi terkait persampahan yang ada

"Mulai dari undang-undang, hingga peraturan teknis administrasi semua sudah ada. Lalu pertanyaanya, kenapamasih saja banyak sampah yang belum tertangani? Nah, pada diskusi ini kami ingin mengajak semua pihak untuk mengetahui sampah itu sebenarnya tanggung jawab siapa", ujanya.

Menurut Rendra, UU Nomor 18 Tahun 2008 sudah jelas mengatakan bahwa setiap orang yang menghasilkan sampah harus bertanggung jawab untuk melakukan upaya pengurangan dan penanganan. Terkaih hal ini, maka selaku individu seharusnya setiap orang gencar melakukan pengurangan dan penanganan sampah. "Tujuannya adalah agar tidak timbul lagi sampah baru," ucapnya.

Lebih lanjut, Rendra menjelaskan, untuk mengadopsi suatu jenis teknologi, setiap daerah harus benar-benar mengetahui kondisi dan kebutuhan masing-masing. "Harus benar-benar dilihat dan dipastikan apakah teknologi yang akan di adopsi tersebut cocok atau tidak dengan daerah kita. Berkaitan dengan ini kolaborasi stakeholder di daerah juga sangat penting," jelasnya.

Kata Rendra, sebagai upaya percepatan penanganan sampah, saat ini pemerintah pusat telah melakukan pemilihan kawasan strategis. Dari hasil exercise yang telah dilakukan Kemenkomarves dengan sejumlah pihak terkait, yang bisa dijadikan contoh adalah RDF di Cilacap dan MRF di Jimbaran.

"Tetapi, apapun upaya dan teknologi yang akan diadopsi suatu daerah, semuanya harus tetap berimbang, artinya upaya pemilahan di sumber harus tetap dilakukan, karena itu ada kuncinya agar proses selanjutnya bisa berjalan optimal," imbuhnya.

Disisi lain, Ujang Solihin, Kepala Subdirektorat Tata Kelola Produse, Direktorat Pengurangan Sampah, Direktorat Jenderal PSLB3, KLHK menjelaskan, pengurangan dan penanganan sampah itu sangat penting. Terlebih saat ini tren jenis sampah sudah berbeda dengan beralih ke sampah plastik.

"Selain itu, pandemi ini juga menimbulkan adanya sampah baru, seperti masker, sarung tangan, dan lain sebagainya yang bukan hanya mencemari lingkungan, tapi juga mencemari sungai. Bahkan, ada hazmat ditemukan di sungai," terangnya.

Menurut pria yang akrab disapa Uso ini, berdasarkan data yang pihaknya miliki, diketahui juga masih banyak terjadi kebocoran sampah darat yang mencemari lautan. "Jadi, bila semua kondisi ini dilihat dari idealita dan realita, tentunya masih sangat banyak Pekerjaan Rumah (PR) yang harus kita selesaikan terkait pengelolaan sampah ini,"ucapnya.

Menurut Uso, selain regulasi dan kolaborasi, upaya lain yang perlu dilakukan untuk mempercepat upaya penanganan sampah adalah pelibatan aktif masyarakat. "Penanganan masalah sampah itu tidak bisa dilakukan dengan satu cara saja, perlu dengan beragam upaya agar optimal," tekannya.

Terkait upaya pengelolaan sampah yang baik, Achmad Husein, Bupati Banyumas menjelaskan bahwa pihaknya telah melalui pahit getir perjuangan sampah. Dijelaskan, pada tahun 2018 total timbulan sampah perhari Banyumas bisa mencapai 143 truk sampah dan kondisi ini membuat Banyumas darurat sampah. Terlebih kala itu banyak TPA yang sudah ditutup karena sudah over kapasitas.

"Tetapi itu dulu, lain dengan sekarang, melalui beragam upaya yang kami lakukan saat ini hanya sekitar 12 sampai 20 truk sampah yang masuk ke TPA dengan sisanya kami proses menggunakan 3 upaya jitu yaitu melalui proses teknologi, biologi, dan thermal," paparnya.

Menurut Achmad Husein, hasil produk pengolahan sampah Banyumas yaitu berupa Maggot, Paving, Bijih Plastik, Genteng, dan juga Kompos.

"Sistem pengelolaan sampah di tingkat masyarakat dimulai melalui KSM, jadi masyarakat akan mengumpulkan sampah mereka ke KSM, kemudian KSM akan mengelola sampah tersebut dengan proses teknologi dan biologi.  Untuk teknologi kami menggunakan mesin pemisah yang biasa disebut mesin gibrik untuk memisahkan plastik dan organik. Kemudian kami lanjutkan ke proses pengolahan organik," paparnya.

Melalui upaya teknologi dan biologi inilah, sekarang sudah ada banyak keunggulan yang dirasakan oleh Banyumas, diantaranya yaitu, menurunnya biaya operasional APBD hingga 50%, sampah relatif tidak berbau, tidak ada lagi konflik sosial, dan munculnya lapangan pekerjaan.

"Keunggulan lainnya, terobosan ini juga menghasilkan uang dari penjualan hasil pengolahan sampah berupa maggot, paving, bijih plastik, genteng, maupun kompos. Untuk semua investasi ini perkiraan biaya yang kami keluarkan y sekitar Rp. 1,195 M dengan residu sebesar 10%. Melalui acara ini juga kami mengundang semua pihak untuk belajar lebih lanjut tentang pengelolaan sampah ke Banyumas," pungkasnya.