Bappenas Bersama Mitra KIAT Ajak Kementerian/Lembaga Kembangkan Hibah untuk Sektor Sanitasi

Data Susenas KOR, 2021 mencatat bahwa akses sanitasi di Indonesia masih jauh tertinggal dengan negara-negara tetangga lainnya seperti Thailand dan India. Sementara untuk praktik Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di tempat terbuka, Indonesia menempati urutan ketiga tertinggi setelah negara Kamboja dan India. Hal ini tentunya menjadi perhatian bersama, dimana capaian akses sanitasi aman Indonesia saat ini juga masih jauh dari  target yang sudah ditetapkan dalam RPJMN maupun SDGs.
 
Dalam menjawab isu ini, tentunya dibutuhkan investasi pendanaan yang cukup besar pada sektor sanitasi. Sebagai salah satu upayanya, Kementerian PPN/Bappenas mengadakan rapat eselon II pada hari Senin (08/22) bersama perwakilan dari KIAT, Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian PUPR membahas tentang investasi program sAIIG dan HAL untuk sektor sanitasi. 
 
Rapat dibuka oleh sambutan dari Direktur Perumahan dan Kawasan Permukiman, Tri Dewi Virgiyanti. Dalam paparannya Virgi menyampaikan bahwa investasi di sektor sanitasi ini diperlukan untuk mencapai target di tahun 2024 mendatang yaitu 90% akses sanitasi layak termasuk 15% akses aman termasuk melalui hibah. Menurut Virgi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, khususnya pada bagian infrastruktur dan pendanaan “Pembangunan infrastruktur yang kita buat harus selaras dengan kesadaran dan kebutuhan masyarakat. Perlu juga diperhatikan  kapasitas fiskal daerah nantinya seperti apa, agar tepat dan selaras” jelasnya.
 
Virgi juga menyampaikan bahwa  desain dari hibah ini diharapkan agar dapat dibuat semenarik mungkin sehingga pemerintah daerah mau menggunakan desain ini “cost yang nantinya dikeluarkan oleh daerah harus dipastikan selaras dengan stimulan dan reward yang nanti didapat oleh daerah” tambah Virgi.
 
Selain terkait desain program, Virgi juga mempertegas peran pemerintah pusat dalam mendorong pemerintah daerah agar mau bergerak. Hal ini dikarenakan menurunnya sektor sanitasi ini berpengaruh pada banyak hal, seperti kondisi dan kualitas air baku setempah, sampai ke kualitas sumber daya manusia untuk masa depan.
 
Sepaham dengan yang disampaikan oleh Virgi, Direktur SUPD II, Kementerian Dalam Negeri, Iwan menyatakan komitmen nya untuk mendukung kegiatan ini. Terutama untuk sinkronisasi dan kolaborasi oleh pemerintah daerah. “Sumber pendanaan sanitasi ini tentunya tidak hanya sebatas dari APBN/ APBD, kontribusi dari sumber sumber lain tentunya juga sangat dibutuhkan untuk membangun sektor sanitasi” jelasnya.
 
Iwan juga menyampaikan bahwa saat ini sedang dilakukan pemetaan berdasarkan RKPD 2023, dimana masih terdapat daerah-daerah yang tingkat komitmen pada sektor sanitasi ini masih rendah. Iwan berkomitmen untuk membantu mendorong daerah- daerah ini agar terus melakukan kolaborasi lebih lanjut.
 
Menyoal terkait infrastruktur, Direktur Sanitasi Kementerian PUPR, Tanozisochi Lase, atau yang kerap disapa Anes menyampaikan bahwa masih banyak sistem air limbah domestik terpusat yang masih belum terpakai penuh kapasitasnya, dimana jumlah SR untuk air limbah domestik juga belum sesuai yang ditargetkan. Selain itu, dari sisi SDM,  beberapa pengelola layanan daerah ternyata masih belum paham terkait sektor sanitasi ini. “Hal ini dipengaruhi oleh kelembagaan dan regulasi di daerah yang masih perlu kita rapikan bersama kedepannya” jelas Anes.
 
Anes juga menyatakan bahwa bantuan dari DFAT dan KIAT pada sektor sanitasi ini sangat dibutuhkan, khususnya saat ini pemerintah juga sedang bergerak ke arah ekonomi sirkular. “Seharusnya sistem pendanaan ini bisa diintegrasikan kedepannya, baik itu secara teknis maupun kelembagaannya” tambah Anes.
 
Lebih detail membahas tentang konsep desain yang akan diimplementasi pada tahun 2024, Perwakilan dari KIAT, Lutz Kleeberg, menyampaikan konsep desain SaIIG sampai tahun 2024 yang terbagi kedalam tiga tahapan besar, yaitu pertama pada tahun 2022 akan fokus pada tahap kesepakatan pemangku kepentingan untuk pengarusutamaan serta revisi PMM dan sosialisasi program. Pada tahun 2023 berfokus pada keterlibatan pemerintah daerah yang termasuk di dalamnya pengesahan PMM, usulan pengalokasian APBN sampai ke alokasi anggaran pemerintah daerah untuk penyusunan DED. Tahap terakhir di tahun 2024, akan berfokus pada pelaksanaan konstruksi.
 
Lebih lanjut Lutz juga menjelaskan mengenai efektivitas sAIIG dan HAL yang telah diimplementasi sebelumnya. Hal ini menjadi penting sebagai landasan dalam proses desain  kegiatan berikutnya “Diperlukan evaluasi program yang lebih detail di setiap prosesnya, agar nanti bisa merencanakan program kedepannya yang lebih baik” tambah Anes menanggapi penjelasan dari Lutz. Kegiatan kemudian dilanjutkan dan ditutup dengan usulan  dan diskusi dari kementerian/lembaga terkait desain program.