Belajar Kelola Sampah dari Jawa Barat

Masih hangat di ingatan tentang berita Paus Sperma yang terdampar di Wakatobi dengan 5,9 kilogram sampah di dalam perutnya.  Atau, berita tentang buaya yang sudah tiga tahun lamanya terjerat ban motor bekas di salah satu sungai di Palu. Sampai sekarang, pengelolaan sampah di Indonesia memang masih menjadi tantangan. Bukan hanya di tingkat nasional, namun juga di provinsi dan kabupaten/kota.

 
Dengan amanat mengembangkan sistem pengolahan sampah di tingkat provinsi, ada beberapa inovasi yang telah dilakukan Provinsi Jawa Barat (Jabar). Seperti dikutip dari Tribun Jabar, seiring berjalannya waktu pengelolaan sampah di Provinsi Jabar memang telah berkembang pesat dan kian maju. Semua pihak, baik itu Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan juga masyarakat pun terus berperan aktif untuk mengurangi dan menangani persoalan sampah. Peran aktif itu terjadi karena meningkatnya kesadaran semua pihak akan pentingnya menjaga lingkungan berkat hasil sosialisasi dan kolaborasi dari masyarakat, korporasi, akademisi, dan juga pihak pemerintah.

 

Melalui kolaborasi itu pula muncul banyak inovasi menarik yang dilakukan oleh berbagai kabupaten di Jawa Barat. Di Kota Sukabumi misalnya, Pemda setempat telah mengubah Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Cikundul menjadi tempat edukasi sampah kepada masyarakat. Agar lebih menarik, TPA Cikundul juga dilengkapi dengan Kafe Metania yang dihias dengan desain kekinian. Menariknya, bahan baku gas untuk memasak makanan di sana berasal dari tumpukan sampah. Bukan hanya itu, Puskesmas Baros juga mengadakan arisan jamban dengan iuran bulanan dibayar dengan botol bekas.

 

Tidak mau kalah dengan Kota Sukabumi, Kota Cirebon mengembangkan Gerakan “Kudu Eling” (Kolaborasi Penduduk dalam Pengelolaan Lingkungan) dengan misi membentuk 1 RW/1 bank sampah. Sementara, Sumedang membumikan Gerakan “Raba Dikit Ah” (Rapikan dan Bawa Sendiri Sampahmu). Sebagai ibu kota provinsi, Kota Bandung juga memiliki program terobosan untuk menangani tumpukan sampah yang dikenal Gerakan “Kang Pisman” (Kurangi Pisahkan Manfaat).

 

Melalui “Kang Pisman”, sampah-sampah diolah dan diubah menjadi barang bernilai jual. Gerakan yang diprakarsai oleh Walikota Bandung Oded M. Dania ini telah digalakkan di 274 Sekolah Dasar dan 57 Sekolah Menengah Pertama di Kota Bandung. Harapannya, para pelajar dapat melakukan pengelolaan sampah dengan baik, sehingga nantinya para generasi penerus ini peduli terhadap kebersihan lingkungan.

 

Di Kota Cimahi, upaya pengelolaan sampah dilakukan melalui Bank Samici yang telah berdiri dan aktif berjalan sejak 2014. Bank Sampah yang diinisiasi oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Cimahi ini telah memiliki 1.124 nasabah dan 189 unit yang tersebar di Kota Cimahi. Kesuksesan Bank Samici juga telah didengar oleh kabupaten/kota lainnya. Dengan itu, tidak heran bila Bank Samici sering mendapat kunjungan dari banyak pihak.

 

Direktur Bank Samici, Warso Wijaya mengatakan, pihaknya  juga telah menjalin kerjasama dengan lembaga lain seperti Bank Bukopin, PLN, Twin Tulip Ware, dan PT. ZAS. Menurutnya, selain mengolah sampah organik menjadi kompos, Bank Samici juga mengolah sampah non-organik menjadi barang-barang bernilai jual. “Ini bisa menjadi bukti bahwa dalam sampah itu sesungguhnya banyak peluang ekonomi untuk dikembangkan,” ujarnya.

 

Ke depannya, Warso berharap agar Pemerintah Provinsi mempunyai komitmen dan konsistensi dalam hal regulasi atau anggaran sehingga kedepannya pengelolaan sampah di Jabar berjalan semakin baik lagi “Kalau Jabar hayang kahiji yah kudu ngahiji (Ingin Menyatu Maka Harus Bersatu). Tidak bisa bergerak sendiri-sendiri,” tambahnya.

 

Di sisi lain, Vivi Asmara, Provincial Sanitation Development AdvisorProgram (ProSDA) Jabar dari Urban Sanitation Development Program (USDP) mengatakan, pengelolaan sampah bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, melainkan tanggung jawab bersama semua pihak. Mulai dari individu, keluarga, organisasi dan juga korporasi. Menurutnya, ada dua sisi yang diperhatikan dalam pengelolaan sampah yaitu sisi penanganan dan pengurangan.

 

Untuk mewujudukan pengelolaan sampah yang berkelanjutan dari sumber hingga TPA, kolaborasi kuat antar semua pihak sangatlah dibutuhkan. Faktor penting lain ialah adanya komitmen dari kepala daerah. Selain itu, jangan lupa untuk memberikan dukungan regulasi. Hal ini karena layanan sampah merupakan layanan publik yang menjadi tanggung jawab bersama.“Agar pengelolaan sampah terlaksana dengan baik, perlu adanya aturan main yang jelas, sehingga semuanya berjalan teratur,” ungkap Vivi dalam wawancaranya dengan Tribun Jabar. 

 

Untuk pengelolaan sampah berkelanjutan, contoh pembelajaran bisa diambil dari inovasi yang dilakukan Kabupaten Indramayu dengan Program “Manajemen Sampah Zero/Masaro”.Sementara itu, Kabupaten Kuningan tengah mengembangkan Program “Desa Kelola Sampah Mandiri. Melalui program tersebut, desa-desa pun melakukan inisiatif dalam pengelolaan sampahnya secara mandiri.

 

Sementara itu, Staf Pelaksana Seksi Persampahan, Dinas Perumahan dan Permukiman Provinsi Jawa Barat Herni Sundari menerangkan bahwa selain menjalin kolaborasi dengan seluruh kabupaten/kota, pihaknya juga telah melakukan koordinasi dengan instansi terkait. Tujuannya, agar upaya pengelolaan sampah di Jabar bisa terlaksana dengan baik, sehingga target-target yang sudah ditetapkan bisa tercapai. Jika mengacu pada  Kebijakan dan Strategi Daerah untuk Pengelolaan Sampah (Jakstrada), Jabar ditargetkan akan melakukan 30% pengurangan dan 70% penanganan.

 

 “Namun, terkait target itu rencananya pada 2019 ini akan kami review ulang. Tujuannya, agar sesuai dengan kondisi lapangan, untuk mencapai ‘Jabar Kelola Sampah Juara’. Disperkim juga telah menyusun roadmap ‘peta jalan’ pengelolaan sampah, lengkap dengan pembagian tugas antara instansi di provinsi maupun keterlibatan kab/kota,” kata Herni (29/01/2019).

 

Herni melanjutkan, untuk menambah semangat kabupaten/kota, ke depannya pihak provinsi  berencana menjadikan “Jabar Kelola Sampah Juara” sebagai gimmick. Melalui gimmick ini, nantinya kabupaten/kota dengan inovasi terbaik dalam pengelolaan sampah berhak menerima insentif dari provinsi. “Bentuk insentifnya masih kami rumuskan, namun tujuannya agar semakin banyak kabupaten/kota yang melakukan inovasi pengelolaan sampah, sehingga ke depannya Jabar semakin ‘Juara’,” pungkasnya mengakhiri wawancara.