Berdiri Sama Tinggi, Duduk Sama Rendah: Bersama Masyarakat Merencanakan Kumuh Tuntas

Pandemi Covid 19 yang terjadi 2 tahun terakhir mengingatkan kita semua bahwa hunian yang layak menjadi salah satu kunci dalam mewujudkan dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Data Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2021 menyebutkan, 39,1% rumah tangga di Indonesia masih menempati rumah tidak layak huni. Akan tetapi, hunian tentunya tidak hanya dilihat dari seberapa kokoh dan bagus bangunannya, tetapi juga sebagai pusat dan tempat dari pemenuhan hak atas ekonomi, sosial, dan juga budaya untuk penghuninya agar bisa hidup secara damai dan bermartabat.

 

Salah satu upaya pemenuhan hak atas hunian layak adalah penanganan kawasan kumuh, dimana masyarakat berkelompok tinggal di kawasan yang tidak memenuhi standar kelayakan. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, merencanakan program terkait perumahan dan permukiman bersama masyarakat menjadi satu hal yang tidak terbantahkan. Masyarakat sudah seharusnya berperan aktif dan ikut serta dalam menentukan proses penataan permukimannya sendiri. Pelibatan masyarakat mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan dan juga paska pelaksanaan diyakini akan berdampak kepada keberhasilan dan keberlanjutan program karena adanya rasa kepemilikan yang tinggi.

 

Oleh karena itu, dan dalam rangka peningkatan kapasitas pemerintah daerah, Sekretariat Pokja PPAS Nasional bekerjasama dengan Rujak Center for Urban Studies (RCUS) menyelenggarakan kegiatan ‘Pelatihan Perencanaan Bersama Masyarakat untuk Penanganan Permukiman Kumuh Terpadu’. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 17-19 Oktober 2022 di Hotel Novotel Jakarta, dengan mengundang 30 kabupaten/kota yang terdiri dari Bappeda dan Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman.

 

Rujak Center for Urban Studies adalah lembaga non pemerintah yang telah berpengalaman selama dua belas (12) tahun dalam studi dan advokasi hak atas hunian layak. Di Jakarta, RCUS bersama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan pendampingan dalam penataan beberapa kampung kota diantaranya Kampung Akuarium, Kampung Marlina, dan Kampung Muara Angke. Tiga kampung ini pula yang akan menjadi tempat belajar, diskusi dan berbagi pengalaman bagi para peserta pelatihan bagaimana mengorganisasi dan merencanakan program bersama masyarakat.

 

Dari pembelajaran pelaksanaan program penanganan kumuh terpadu melalui pendanaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Tematik Pengentasan Permukiman Kumuh Terpadu (PPKT) atau yang dulu dikenal dengan DAK Integrasi, beberapa isu terkait kesiapan dan keterlibatan masyarakat muncul menjadi salah satu yang seringkali menghambat proses perencanaan maupun pelaksanaan.

 “Adanya penolakan masyarakat akibat tidak/belum adanya kesepakatan terkait konsep perencanaan, ketidakpercayaan/ketidakyakinan terhadap program pemerintah, dan beberapa ketidaksiapan masyarakat lainnya dalam penanganan kumuh terpadu khususnya melalui DAK Integrasi, melalui pelatihan ini kami harapkan ke depannya hal-hal tersebut dapat diminimalkan”, begitu disampaikan Ibu Tri Dewi Virgianti, Direktur Perumahan dan Kawasan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas dalam sambutannya.

Perencanaan bersama adalah proses perumusan masalah beserta strategi penyelesaian dan solusinya, dengan menyertakan peran, suara, dan aspirasi aktif dari seluruh pihak yang berkepentingan dan terdampak, serta menempatkan setiap pihak yang terlibat dengan setara. “Dalam proses fasilitasi, pemerintah harusnya menyetarakan posisinya dengan masyarakat dan bukan justru menggurui. Sering kali pemerintah menempati posisi sebagai pemberi solusi, padahal masyarakat sudah memiliki solusi sendiri”, tegas Elisa Sutanudjaja dalam sesinya.

Melalui perencanaan bersama, masyarakat tidak sekedar diikutsertakan, namun memiliki peran sentral untuk menentukan nasibnya sendiri.  Seperti disampaikan Amalia Nur Indah Sari dari RCUS, “Nilai dari perencanaan bersama adalah transparansi, keterwakilan, rasa memiliki, kesetaraan, pemberdayaan, dan kerjasama. Nilai-nilai ini merupakan prinsip dasar yang harus diterapkan sepanjang proses, terlepas metode dan teknik apapun yang digunakan.” Amel, biasa beliau dipanggil, juga menyampaikan pembekalan kepada peserta bagaimana melakukan analisis permasalahan, tujuan, dan keragaman solusi. Seluruh warga sebagai peserta perencanaan bersama perlu memahami manfaat dan konsekuensi dari masing-masing solusi, sehingga dapat memilih solusi terbaik dan mampu mengatasi segala implikasi dan tantangannya.

Setelah mendapatkan pembekalan di dalam kelas bagaimana melakukan perencanaan bersama, termasuk di dalamnya tips-tips fasilitasi, para peserta dibagi menjadi 3 kelompok untuk kemudian melihat kondisi lapangan secara langsung dan melakukan ‘praktik’ perencanaan bersama masyarakat. ‘Kasus’ yang dibahas oleh kelompok di masing-masing kampung merupakan permasalahan riil yang sedang dihadapi oleh masyarakat saat ini di Kampung Akuarium, Kampung Marlina, dan Kampung Muara Angke, serta bersama-sama mencoba merumuskan solusinya. Hasil dari fasilitasi di masing-masing kampung kemudian dibahas kembali di dalam kelas pelatihan.

Di sesi terakhir, para peserta berkesempatan berdiskusi langsung dengan para narasumber untuk membahas kondisi dan kesiapan masyarakat terkait rencana penanganan permukiman kumuh di kabupaten/kota nya masing-masing. Para peserta sangat antusias dalam mengikuti pelatihan, dan berharap proses pembelajaran yang didapatkan dapat diimplementasikan di kabupaten/kota masing-masing. Seperti disampaikan oleh Alamsyah dari Dinas PKP Morawali Utara, “Setelah mengunjungi Kampung Muara Angke, banyak kesan yang kami dapatkan, termasuk kegigihan masyarakat dalam merencanakan kampung mereka. Pengalaman ini akan kami bawa ke kampung kami dan kami akan terapkan pola kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah.”

Frendi Yuwono dari Bappeda Kota Sukabumi menambahkan, “memberikan frame baru, terutama bagaimana melakukan pendekatan kepada masyarakat. Selama ini mindset kami adalah memberikan solusi kepada masyarakat, dan masyarakat tinggal melaksanakan. Dengan pelatihan ini, solusi bisa datang dari masyarakat, dan mungkin solusi yang lebih bagus dan lebih tepat”.

Sebagai penutup, Ira Lubis, Koordinator Bidang Perumahan dari Direktorat Perumahan dan Kawasan Permukiman Bappenas, menyampaikan beberapa kata kunci dalam proses pelatihan perencanaan bersama masyarakat untuk penanganan permukiman kumuh terpadu sebagai berikut:

  1. Percaya: Percaya kepada masyarakat, bahwa masyarakat yang paling mengerti kebutuhan mereka, untuk selanjutnya pemda mendorong mereka untuk berdikari.
  2. Ternyata Bisa: Belajar dari proses pelatihan dan kunjungan ke 3 kampung, dengan perencanaan bersama (dan pengorganisasian masyarakat), ternyata hal yang sulit dapat dilakukan.
  3. Proses: Perencanaan bersama (masyarakat) memerlukan waktu, kesabaran, dan komitmen dari pemerintah daerah.
  4. Practice makes perfect: Kemampuan fasilitasi pemda (dalam pengorganisasi dan perencanaan bersama masyarakat) harus terus dipraktikkan melalui pengalaman langsung di lapangan.
  5. Adaptif: Tidak ada rumus dalam mengorganisasi dan melakukan perencanaan bersama (masyarakat)- Adaptif dalam metode dan teknik fasilitasi. 
  6. Peran Pemda: Tidak memberikan solusi dari awal. Membantu merumuskan masalah, untuk kemudian membantu memberikan pilihan dan menjelaskan konsekuensi dari setiap solusi.

Melalui proses perencanaan bersama, masyarakat akan lebih terorganisir dalam memahami dan memetakan kebutuhannya, serta bagaimana membentuk tata aturan dan pemeliharaan secara bersama-sama.