Capaian Akses Aman Masih Rendah, Sulawesi Selatan Siap Lakukan Percepatan Melalui Program USAID IUWASH Tangguh

Setelah sukses melaksanakan Sosialisasi Regional di Provinsi Jawa Timur, Tim USAID IUWASH bersama pemerintah pusat kemudian mengunjungi Pemerintah Provinsi Sulawesi sebagai provinsi ke 6 (enam) yang terpilih menjadi lokasi program USAID IUWASH Tangguh. Kunjungan ini disambut baik oleh Kepala Bappelitbangda Sulawesi Selatan, Adit Darmawan Bintang. Dalam sambutannya, Adit menyampaikan bahwa dirinya mengapresiasi kehadiran program USAID IUWASH Tangguh ini, karena memang kebutuhan air minum dan sanitasi ini perlu diprioritaskan dan dilaksanakan sesegera mungkin. Hal ini didasari karena kebutuhan akan air dan sanitasi yang meningkat tiga kali lipat dari biasanya karena situasi pandemi. Selain itu capaian akses air minum aman dan sanitasi aman di Provinsi Sulsel juga masih terbilang rendah.

 

“Berdasarkan data SUSENAS tahun 2021, 39,34% rumah tangga masih menggunakan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dan Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) sebagai sumber air minum. Salah satu penyebabnya adalah akses perpipaan juga masih tergolong rendah. Disamping itu, juga masih banyak praktik Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di tempat terbuka. Kedepannya perlu dilakukan penyiapan infrastruktur sarana sanitasi, pengelolaan ALD, Instalasi Pengelolaan Limbah Domestik (IPLD), serta Layanan Lumpur Tinja Terjadwal (LLTT),” jelas Adit.

 

Melihat kondisi ini, Adit mengharapkan agar program USAID IUWASH Tangguh ini dapat memberikan dukungan terhadap peningkatan air minum dan sanitasi aman, khususnya pada lokasi dampingan di 5 lokasi yang terpilih yaitu Kota Makassar, Kabupaten Maros, Kabupaten Gowa, Kabupaten Takalar, dan Kabupaten Barru. Selain itu, Adit juga mengharapkan agar melalui program ini, kolaborasi dan sinergitas antar pemangku kepentingan dapat ditingkatkan.

 

Kata sambutan selanjutnya disampaikan oleh Direktur Perumahan dan Kawasan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas, Tri Dewi Virgiyanti. Dalam sambutannya, Virgi memaparkan bahwa target capaian akses air minum dan sanitasi aman saat ini masih memiliki gap yang cukup besar dengan yang ditargetkan di dalam RPJMN dan SDGs. Sebagai contoh, Virgi menjelaskan bahwa capaian pembangunan jaringan perpipaan saat ini masih relevan sama seperti 10 tahun lalu, hal ini menandakan bahwa pembangunan saat ini tidak dapat mengejar pertumbuhan penduduk. Selain itu, pada sektor sanitasi capaian akses sanitasi aman juga masih terbilang rendah dibanding dengan negara-negara lain.

 

Terkait hal ini, Virgi mengharapkan agar program USAID IUWASH Tangguh dapat membantu mempercepat peningkatan akses air minum dan sanitasi aman, khususnya pada hal-hal diluar pembangunan infrastruktur seperti pendampingan teknis untuk penguatan kelembagaan, regulasi, pendanaan, serta bagaimana mengedukasi masyarakat agar dapat terlibat. Lebih lanjut, Virgi juga menegaskan bahwa komitmen yang kuat dari pemerintah daerah dalam menjalankan program ini juga tak kalah pentingnya. Menurutnya, hal ini harus didasari pada pengertian bahwa layanan air minum dan sanitasi aman merupakan hak asasi manusia yang harus terpenuhi.

 

Melanjutkan yang disampaikan oleh Adit dan Virgi, Perwakilan USAID Indonesia, Mispan Indarjo kemudian menyampaikan apresiasinya atas komitmen pemerintah Indonesia dalam berkolaborasi meluncurkan program USAID IUWASH Tangguh di 38 lokasi selama lima tahun mendatang, “Program USAID IUWASH PLUS sebelumnya di Provinsi Sulawesi Selatan, telah berhasil membantu 83 ribu orang untuk mendapat akses ke air minum aman, dimana lebih dari 54 ribunya berasal dari Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Selain itu, 155 ribu orang juga telah terlayani akses sanitasi aman. Untuk melanjutkan kemitraan yang sudah terbangun, program USAID IUWASH Tangguh yang hadir di Provinsi Sulawesi Selatan berkomitmen membantu kab/kota terpilih mencapai air minum dan sanitasi aman yang berketahanan iklim. Namun salah satu langkah utama yang perlu dipersiapkan daerah ialah  ialah penyusunan Rencana Kerja Tahunan (RKT) sebagai landasan strategi program,” jelas Mispan.

 

Menyinggung terkait RKT, Koordinator Bidang Air Minum dan Sanitasi, Kementerian PPN/Bappenas, mengharapkan agar RKT yang disusun oleh daerah dapat disesuaikan dengan Annual Work Plan (AWP) yang disusun di tingkat nasional. RKT ini nantinya akan ditandatangani pada bulan Oktober setiap tahunnya. Aisyah juga mengingatkan kembali bahwa nantinya dalam penyusunan RKT perlu memasukan faktor ketahanan iklim sesuai dengan target pada program USAID IUWASH Tangguh, “Jika tidak memasukan mitigasi perubahan iklim, maka pencapaian target aman yang dicanangkan akan sulit dicapai,” jelas aisyah

 

Menyoal terkait target, Aisyah memaparkan estimasi target sanitasi aman untuk Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2030 mendatang, yaitu 25% sanitasi aman dan 40% air minum aman, serta estimasi sebanyak 3,1 juta penduduk yang sudah berhasil  dikonversi dari akses Bukan Jaringan Perpipaan (BJP) ke Jaringan Perpipaan (JP). Terkait hal ini, Aisyah menegaskan mengenai data capaian awal yang dimiliki pemerintah kab/kota saat ini yang perlu dipastikan kembali keselarasannya dengan yang ada di nasional, serta kelengkapan dokumen seperti RISPAM, SSK dan juga ketersediaan Labkesda di setiap lokasi. Hal ini penting untuk menentukan target yang lebih detail di tingkat kab/kota selama program berjalan dalam lima tahun mendatang.

 

Selain RKT, Aisyah juga mengharapkan dapat mempercepat peningkatan akses air minum dan sanitasi aman melalui beberapa kegiatan peningkatan kapasitas seperti dukungan antar kerjasama daerah, pelayanan air minum yang terintegrasi dari hulu ke hilir, manajemen aset yang lebih baik, serta penyelenggaraan air minum aman melalui RPAM, dan sanitasi melalui konsep City Wide Inclusive Sanitation.

 

Diskusi pada putaran pertama ini kemudian dilanjutkan oleh Chief of Party USAID IUWASH Tangguh, Alifah Lestari  yang menjelaskan terkait pendekatan program IUWASH Tangguh yang menggunakan konsep Integrated Resilient IUWASH Systems (IRIS). Pendekatan ini mencangkup 4 komponen yaitu (a) kondisi lingkungan, (b) penyedia layanan air minum dan sanitasi, (d) pelibatan masyarakat, dan (e) tata kelola pemerintahan dan mekanisme keuangan.

 

Selain pendekatan IRIS, Alifah juga menjelaskan terkait prinsip-prinsip dari program USAID IUWASH Tangguh, yang meliputi peningkatan investasi melalui PPP (Public Private Partnership), partisipasi perempuan dan Masyarakat B40, keselarasan koordinasi, pelibatan mitra dalam perencanaan proyek sampai ke penggalangan dana kemitraan dan inovasi untuk mendukung capaian target program USAID IUWASH Tangguh.

 

Pada diskusi putaran kedua, paparan dimulai dari perwakilan Direktorat Air Minum, Kementerian PUPR, Juliana yang menyampaikan lebih teknis terkait strategi pemenuhan standar kualitas air minum melalui Modul RPAM yang akan diterapkan dari hulu sampai ke hilir. Menurut Juliana, RPAM sangat penting diimplementasikan agar pemerintah daerah dapat mengidentifikasi permasalahan terkait penyediaan air minum, dan juga dapat menentukan langkah mitigasi yang tepat.  Selain itu, Juliana juga menegaskan kembali bahwa implementasi RPAM harus dipastikan yang berketahanan iklim agar memastikan layanan air minum tetap tersedia bagi warga dalam kondisi apapun.

 

Selain itu, pada sektor sanitasi, perwakilan dari Direktorat Sanitasi, Kementerian PUPR, Mahardiani memaparkan terkait tantangan-tantangan dalam pencapaian akses sanitasi aman. Sebagai, contoh pada sistem pengolahan lumpur tinja yang masih terkendala pada aset yang belum diserahterimakan kepada pemerintah daerah, biaya operasional yang belum dianggarkan, hingga kurangnya kuantitas dan kualitas SDM yang memadai. Untuk menjawab tantangan ini Mahardiani menegaskan kembali terkait lima  aspek pembangunan yang sempat disinggung oleh Virgi pada awal paparan, yaitu terkait penguatan kelembagaan, pendanaan, infrastruktur dan regulasi, serta peran serta masyarakat.

 

Selanjutnya paparan disampaikan oleh perwakilan dari Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, Eka Srikandi Putri yang menekankan terkait pentingnya internalisasi SPM air minum dan sanitasi ke dalam Dokumen Perencanaan dan Penganggaran Daerah (Dokrenda), “Dalam pagu dokumen anggaran di provinsi dan kabupaten kota, masih di dominasi oleh pembangunan jalan, padahal SPM untuk air minum dan sanitasi merupakan prioritas dan isu nasional. Terdapat perbedaan juga dalam pagu indikatif dan pagu anggaran pada APBD. Diharapakan pendampingan dari program USAID IUWASH Tangguh ini dapat menjawab tantangan ini,” jelasnya.

 

Diskusi putaran kedua ditutup oleh perwakilan Direktorat Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan Widya Utami yang memaparkan tentang pentingnya perubahan perilaku masyarakat dalam mempercepat pelayanan air minum dan sanitasi. Hal ini penting karena menurut Widya, 70% dari langkah preventif untuk angka stunting adalah melalui layanan air minum dan sanitasi yang baik. Selain stunting, Juliana juga menjelaskan terkait pendekatan STBM yang dilakukan untuk menyasar perubahan perilaku masyarakat, sehingga nantinya dapat membantu percepatan pencapaian target yang sudah ditetapkan.