FINWASH4UC Aksi Untuk Pastikan Akses Air Minum dan Sanitasi Bagi Semua

Financing Wash for Universal Coverage (FINWASH4UC) adalah program yang diluncurkan untuk mendukung peningkatan tata kelola dan pembiayaan sektor air minum dan sanitasi untuk mencapai akses universal di kedua sektor tersebut.
 
Dalam penjelasannya, Direktur Nasional dan CEO Wahana Visi Indonesia (WVI), Angelina Theodora, menjelaskan bahwa FINWASH4UC merupakan program swasta non-sponsor yang didanai oleh World Vision Amerika Serikat selama empat tahun pelaksanaan (2022-2025), dengan dua tahun pertama fokus pada implementasi program dan dua tahun selanjutnya fokus pada pemantauan dan evaluasi.
 
Menurut Angelina, program yang dimulai pada tahun 2022 ini akan dilaksanakan di level nasional dan daerah yang akan berkolaborasi dengan kementerian dan instansi terkait yang selama ini menangani sektor WASH (water, sanititation, and hygiene/air minum, sanitasi, dan higiene).
 
Di tingkat daerah, program ini akan dilaksanakan di enam kabupaten pada dua provinsi yaitu Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Kalimantan Barat (Kalbar). Tiga Kabupaten di Provinsi NTT yaitu Ende, Nagekeo, dan Ngada, sementara di Provinsi Kalbar yaitu Sekadau, Melawi, dan Sintang.
 
"Penyediaan akses air minum dan sanitasi adalah hak asasi setiap manusia, belum baiknya kondisi air minum dan sanitasi tentunya bukanlah suatu hal yang baik, karena telah terbukti memberikan dampak buruk untuk banyak hal.  Mulai dari kesehatan lingkungan, individu, hingga terbukti membuat beban ekonomi yang tidak bisa dihindari. Untuk itu, WVI hadir melalui program FINWASH4UC dengan tujuan berkontribusi dalam mencapai akses universal air minum dan sanitasi bagi semua," ujar Angelina.
 
Lebih lanjut, Angelina mengatakan, harapannya kegiatan "Diskusi Terbuka dan Peluncuran Proyek FINWASH4UC" ini bisa memberikan informasi menyeluruh kepada semua pihak yang terlibat, sekaligus untuk melakukan identifikasi terkait peran, tanggung jawab, kebutuhan, serta dukungan dari setiap pemangku kepentingan agar kolaborasi yang terjalin ini bisa berjalan dengan baik dan berhasil optimal.
 
"Kami dari pihak Wahana Visi Indonesia mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat, khususnya pada semua perwakilan pemerintah pusat, pemerintah daerah, mitra, serta para narasumber yang sudah terlibat dalam acara ini. Kami berharap acara ini mampu memberikan kontribusi untuk menciptakan akses universal air minum dan sanitasi bagi semua" ucapnya.
 
Pada sambutan selajutnya, Direktur Perumahan dan Kawasan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas, Tri Dewi Virginyanti juga turut mengucapkan terima kasih atas kolaborasi yang telah dijalin guna mencapai akses air minum dan sanitasi bagi semua.
 
"Seperti diketahui bahwa Indonesia ini cukup luas, sehingga akses air minum dan sanitasi juga belum begitu merata. Untuk itu, kolaborasi dengan semua pihak sangat dibutuhkan, termasuk dengan WVI. Tetapi tentu saja, program yang ada harus disinkronkan dengan program yang sudah ada sebelumnya," kata Virgi.
 
Menurut Virgi, sebagai kebutuhan dasar, penyediaan air minum dan sanitasi mutlak harus dipenuhi. Prioritas ini juga sudah disampikan pada banyak kebijakan dan regulasi, baik ditingkat pusat maupun daerah.
 
"Untuk memenuhi penyediaan akses air minum dan sanitasi, komitmen yang kuat sangatlah dibutuhkan. Hal ini karena komitmen yang kuat akan mendorong mobilisasi sumber daya yang diperlukan dan ini sejalan dengan arahan Wakil Presiden pada acara Sector Ministers’ Meeting (SMM) 2022 beberapa waktu lalu," jelasnya.
 
Dalam penyediaan akses air minum maupun sanitasi layak dan aman, peran pemerintah provinsi dan kabupaten/kota sama-sama penting, semua harus saling bekerjasama. Data BPS KOR Susenas, 2021, menunjukkan capaian akses air minum layak berada di 90,8% termasuk 11,8% akses aman dan 19,1% akses perpipaan.
 
"Meski sudah menunjukkan hasil yang cukup baik, namun sayangnya akses air minum aman masih perlu ditingkatkan, karena baru sedikit yang masuk jaringan perpipaan. Padahal, untuk mencapai akses aman justru jaringan perpipaan ini paling bisa diandalkan, karena dapat memastikan kontaminasi minimal dan juga pengaruh lain dari kualitas air," terang Virgi.
 
Sementara itu, untuk capaian akses sanitasi layak berada di angka 80,29% termasuk 7,25% aman. Sedangkan, masih ada 5,69% atau sekitar 17 juta orang yang melakukan praktik Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di tempat terbuka.
 
"Semua capaian ini pastinya masih perlu ditingkatkan dan tentunya perlu didukung dengan upaya perubahan perilaku dan penyediaan sarana dan prasarana yang baik. Kondisi ini juga harus kita pantau terus agar Indonesia bisa menjadi negara maju," tambahnya.
 
Dijelaskan bahwa setidaknya ada enam hal yang harus dipastikan mulai dari penguatan regulasi, peningkatan tata kelola, peningkatan kapasitas, perubahan perilaku, peningkatan alokasi dana, dan pengembangan infrastruktur.
 
"Dari sisi pendanaan, ada banyak alternatif yang bisa dimanfaatkan daerah. Tetapi untuk mengakses hal tersebut komitmen kuat daerah sangatlah dibutuhkan. Harapannya, melalui kolaborasi dalam program FinWash4UC ini akses air minum dan sanitasi di Indonesia, khususnya di Provinsi NTT dan Kalbar bisa semakin meningkat," terang Virgi.
 
Disisi lain, NPO Environmental Health, WHO, Indah Deviyanti, menjelaskan bahwa pemenuhan akses air minum, sanitasi, dan higiene sangatlah dibutuhkan. Pasalnya ada sejumlah beban kesehatan yang bisa terjadi akibat kondisi WASH yang buruk.
 
"Bukan hanya seputar kesehatan, dampaknya juga akan mengakibatkan kerugian ekonomi dan kesejahteraan. Kami mencatat pada tahun 2016 lalu, setidaknya ada 2 juta kematian akibat dari cakupan atau akses terhadap sektor air minum, sanitasi, dan higiene yang buruk," jelasnya.
 
"Masalah WASH ini tentunya bukan hanya terjadi di Indonesia, namun juga negara berkembang lainnya. Untuk itu, komitmen kuat dari semua pemegang kebijakan untuk memprioritaskan WASH sangatlah dibutuhkan, terutama untuk mencapai Universal Health Coverange (UHC/jaminan kesehatan universal)" tambah Indah.
 
Dalam paparanya, Indah menyampaikan, keterkaitan UHC dan WASH ini dilandasi karena WASH terbukti dapat mendukung penyediaan dan kualitas layanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, serta penyediaan layanan aman dan berkualitas untuk mencapai cakupan kesehatan universal.
 
"Untuk mendorong terwujudnya akses universal di sektor air minum, sanitasi dan higiene, WHO merekomendasikan sejumlah intervensi, mulai dari pemanfaatan teknolgi, upaya perubahan perilaku, adanya manajemen risiko, hingga dilakukannya sistem monitoring yang tepat dan akurat," pungkasnya.
 
Pada sesi diskusi, Koordinator Bidang Air Minum, Direktorat Perumahan dan Kawasan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas, Tirta Sutedjo, menjelaskan bahwa tantangan penyediaan air minum dan sanitasi memang sangat besar.
 
Menurut Tirta, salah satu contoh tantangan ada pada aspek pendanaan, ada keterbatasan alokasi APBN, sehingga tidak cukup mendanai penyediaan akses air minum untuk mencapai target pada 2024 mendatang.
 
"Untuk air minum, dana yang dibutuhkan adalah sekitar Rp.123 T. Padahal, ketersediaan dana APBN hanya Rp. 33,8 T. Dari sini bisa dilihat memang masih ada gap pendanaan.  Alokasi APBN masih jauh dari harapan terlebih dalam beberapa tahun terakhir ini terjadi pandemi covid-19 dan juga prioritas pembangunan lainnya," terang Tirta
 
Berkaitan dengan itu, Tirta menekankan bahwa untuk memenuhi akses air minum dan sanitasi, memang pengembangan alternatif pendanaan sangat dibutuhkan. "Tetapi, upaya tersebut tentu juga perlu dibarengi dengan komitmen dan sinergi yang kuat dari para pihak terkait," tambahnya.
 
Menyoal masih rendahanya alokasi anggaran, termasuk alokasi APBD yang masih minim untuk penyedian akses air minum dan sanitasi, Kasubdit Perencanaan Teknis, Direktorat Air Minum, Kementerian PUPR, Dades Prinandes menyampaikan bahwa pihaknya bersama dengan Bappenas, Kemenkes, dan juga Kemendagri selalu gencar melakukan promosi terkait air minum dan sanitasi kepada sejumlah pihak, termasuk pemerintah daerah.
 
"Tujuannya tentu saja agar pemerintah daerah tertarik untuk mengalokasikan dana yang optimal untuk pembangunan akses air minum dan sanitasi di wilayahnya masing-masing," ucapnya.
 
Sementara itu, Kasubdit Penyehatan Air dan Sanitasi Dasar, Kementerian Kesehatan, Ely Setyawati menuturkan, bukan hanya dari sisi pendanaan, hal penting lain yang bisa memicu percepatan penyediaan akses air minum dan sanitasi adalah komitmen yang kuat dari semua pihak terkait, "terutama komitmen kuat dari kepala daerah dan para stakeholder," pesannya.
 
Pada kesempatan yang sama, Kasubdit Perkim, Dit SUPD II, Ditjen Bina Bangda, Kememdagri menyampaikan bahwa sektor air minum dan sanitasi ini telah masuk sebagai salah satu indikator pada pelaporan kinerja pemerintah daerah, sehingga secara tidak langsung seharusnya sudah jadi perhatian daerah.
 
"Sebagai salah satu upaya, setiap tahunnya Kemendagri bersama Bappenas juga turut memastikan target air minum dan sanitasi, baik di tingkat provinsi dan kabupaten/kota bisa terdistribusi dengan baik, sehingga bisa menjadi perhatian pemerintah daerah. Terkait hal ini, kami dari Kemendagri juga ikut mengawal agar target di sektor air minum dan sanitasi dapat tercapai dengan baik pada semua wilayah di Indonesia," pungkasnya.
 
Sebagai penutup, Tirta Sutedjo dari Kementerian PPN/Bappenas menyampaikan bahwa peran multisektor merupakan salah satu kunci utama terwujudnya skema pendanaan inovatif untuk mewujudkan akses universal air minum dan sanitasi. Multisektor yang dimaksud terdiri dari pemerintah, mitra pembangunan, lembaga filantropi, entrepreneur, CSO, NGO, dan badan swasta.