Galakkan Kolaborasi, Pemerintah Indonesia Terapkan Blended Finance Pengelolaan Sampah di Tahun 2024

Pengelolaan sampah merupakan salah satu agenda utama Pemerintah Indonesia saat ini, dimana pada tahun 2019, Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat  bahwa Indonesia menjadi negara kedua terbesar penyumbang sampah plastik setelah China. Saat ini, Indonesia baru berhasil mencapai 54,9% penanganan sampah dan 0,9% pengurangan sampah. Angka tersebut masih jauh dari target yang dimandatkan di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yaitu 100% pengelolaan sampah yang terdiri dari  80% penanganan dan 20% pengurangan.
 
Berbagai upaya kolaborasi telah dilakukan Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan pendanaan dan investasi infrastruktur pengelolaan sampah. Salah satu satunya ialah melalui kerjasama dengan Pemerintah Amerika Serikat di bawah program Badan Pembangunan Internasional AS (USAID), Clean Cities, Blue Ocean (CCBO). Pada tahun 2022, USAID bekerjasama dengan perusahaan manajemen investasi, Circulate Capital dan juga perusahaan daur ulang plastik yang mengembangkan infrastruktur pemilahan dan pengumpulan sampah, POPSEA (Prevented Ocean Plastic Southeast Asia)
 
Sebagai tanda awal kerjasama ini, serta menyambut momentum pelaksanaan KTT G20 mendatang, maka Kementerian PPN/Bappenas berkolaborasi dengan USAID mengadakan kegiatan pre-event G20 bertajuk “Making Blended Finance Work- Lesson from the Asia-Pacific Region” di Semarang pada Rabu (27/07).
 
Membuka kegiatan hari ini, USAID Indonesia Mission Director, Jeff Cohen menekankan bahwa konsep blended finance merupakan salah satu upaya jitu untuk membantu pengelolaan sampah, dimana konsep ini berpotensi untuk menarik investor-investor baru.
 
“Saya berharap konsep ini dapat dikolaborasikan bersama dari tingkat global, nasional dan sampai ke pemerintah daerah. Pemerintah memiliki peran yang sangat penting untuk memastikan tujuan pembangunan dapat tercapai. Dengan blended finance, kita dapat menjangkau sektor perbankan dan swasta, serta merubah market, dan memanfaatkannya untuk pembangunan yang berkelanjutan” jelas  Jeffery.
 
Masih membahas terkait peran pemerintah, Deputi Pendanaan, Kementerian PPN/Bappenas, Scenaider Clasein Hasudungan Siahaan menyampaikan bahwa peran pemerintah secara terpadu merupakan salah satu kunci keberhasilan
 
Blended finance bukan tentang teknis pembiayaan saja, namun tentang inovasi dan keinginan dari semua pihak, sehingga dibutuhkan regulasi yang sesuai untuk mendukung hal ini. Tantangan kita adalah dalam membuat regulasi yang sesuai dengan sistem blended finance yang akuntabel, sehingga pada akhirnya dapat mengisi gap pendanaan pembangunan baik dari skala kecil hingga besar” pungkas Scenaider.
 
Blended Finance Sebagai Solusi Pengelolaan Sampah
 
Melanjutkan diskusi terkait blended finance, Staf Khusus Menteri PPN/Bappenas, VIvi menjelaskan mengenai empat bentuk struktur blended finance yang biasa digunakan, antara lain (a) investasi dari publik atau badan filantropi dimana pendanaan diberikan dibawah harga pasar untuk memangkas biaya secara keseluruhan (b) investasi dari publik atau badan filantropi melalui pengembangan kredit dengan jaminan atau asuransi, (c) pendampingan teknis menggunakan dana hibah yang dapat dimanfaatkan sebelum dan sesudah investasi diberikan untuk meningkatkan kelayakan proyek, serta (d) persiapan proyek dan desain dengan seluruhnya menggunakan dana hibah.
 
“Salah satu contoh blended finance yang berhasil di implementasi ialah di Timor Tengah Selatan pada sektor pertanian berkelanjutan untuk pengurangan kemiskinan dan stunting ekstrim, Hasilnya, angka stunting berhasil turun dari 37,8% menjadi 29,8%, serta kemiskinan ekstrim dari 27,87% menjadi 26,46%” jelas Vivi.
 
Keberhasilan dari blended finance ini tentunya juga perlu diperkuat dengan kemampuan return investment yang tinggi agar dapat menarik investasi dari aktor – aktor potensial lainnya. Hal ini disampaikan oleh Circulate Capital Managing Director, Regula Schegg. “Saat ini kami memiliki USD 165 AUM (Asset Under Management) yang berasal dari kolaborasi pendanaan dari beberapa perusahaan, badan keuangan, dan juga usaha-usaha rumah tangga lainnya” jelasnya.
 
Regula juga menjelaskan bahwa konsep ekonomi sirkular yang sedang diusung saat ini membutuhkan beberapa dukungan kapital yang berbeda untuk setiap perusahaan. Hal ini membutuhkan inovasi blended finance untuk menjembatani alokasi anggaran dari sektor publik dan private kepada perusahaan- perusahaan ini.
 
Lebih lanjut, perwakilan dari U.S. International Development Finance Corporation (DFC), Douglas Midland menjelaskan terkait beberapa sektor investasi prioritas yang dapat diintegrasikan dengan instrumen blended finance yaitu energi, infrastruktur penting, kesehatan, pertanian dan ketahanan pangan, serta pembiayaan UKM dan wirausaha. Sektor persampahan yang menjadi rumpun kerjasama ini merupakan bagian dari infrastruktur penting di Kota Semarang.
 
Menyoal terkait manfaat dari blended finance, Armando Marulitua, perwakilan dari PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) menyampaikan bahwa blended finance dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kesiapan dan kualitas proyek pembangunan “Untuk membuat hal ini berhasil, diperlukan juga sinergi dan kolaborasi dengan seluruh stakeholder terkait. Saat ini sudah ada 50 proyek pembangunan dan 7 proyek pembiayaan yang dikolaborasikan dengan konsep blended finance.
 
Sepaham dengan yang disampaikan oleh narasumber lainnya, Perwakilan dari POPSEA, Daniel Law menyampaikan bahwa untuk memecahkan masalah persampahan ini tidak hanya bisa bergantung pada private sector saja, namun butuh bantuan dari seluruh pihak.
 
“Masih banyak sampah plastik yang tidak terkelola, sehingga kami membutuhkan investasi yang cukup besar dengan interest yang rendah, apabila hanya bergantung pada perusahaan swasta saja, maka hal ini sulit, butuh kerja bersama seluruh pihak” jelasnya.
 
Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan talkshow berbagi pembelajaran antar pihak serta ditutup dengan seremoni penandatanganan MoU kerjasama antara perwakilan USAID, Circulate Capital dan juga POPSEA.