Indonesia Harus Bebas dari BABS

Jumlahnya diperkirakan antara 29 juta hingga 31 juta jiwa. Dengan angka tersebut, WHO/UNICEF 2017, menempatkan Indonesia sebagai negara dengan beban tertinggi untuk buang air besar sembarangan.

"Kenyataan ini tentu merupakan tantangan besar bagi kita semua, apalagi pada 2019 ini pemerintah telah menetapkan target 100% akses sanitasi layak. Melalui target ini diharapkan masyarakat di berbagai wilayah mendapatkan akses sanitasi layak, sehingga tidak lagi melakukan praktek buang air besar sembarangan,"� ujar Wahanuddin, Kasubit Sanitasi, Direktorat Perkotaan, Perumahan dan Permukiman, Bappenas dalam sambutannya pada Lokakarya Review Pendekatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) (22/01/2019).

Wahanudin menambahkan, bukan hanya itu, pemerintah juga telah berkomitmen mencapai target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs) pada 2030 mendatang untuk menyediakan akses sanitasi aman dan berkelanjutan bagi semua warga.

Upaya konkrit lain yang dilakukan ialah dengan meluncurkan berbagai program inovasi, salah satunya seperti pendekatan STBM yang telah dilaksanakan sejak beberapa tahun lalu.

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat. STBM dicapai dengan menegakkan 5 pilar yaitu Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS), Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), Pengelolaan Air Minum /Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT), Pengelolaan Sampah Rumah Tangga, dan terakhir Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga.

Melaui pendekatan ini diharapkan masyarakat bisa merubah perilakunya untuk hidup bersih dan sehat. Data pemantauan STBM hingga 2017 menunjukkan, terdapat 14.454 desa yang telah dinyatakan bebas BABS. Dengan capaian ini, beberapa tahun belakangan pendekatan STBM pun kian gencar dilakukan di kawasan perkotaan.

Meski begitu, nyatanya masih ada saja tantangan dalam penerapan STBM di lapangan. Konsultan Review STBM, Wendy Saradyani, dalam paparan hasil survey STBM menjelaskan, setidaknya ada empat tantangan yang harus dihadapi.

Pertama adalah slippage yang merupakan kecenderungan untuk kembali melakukan kebiasaan BABS karena keterbatasan finansial untuk membangun atau merawat toilet yang ada. Kedua ialah tingginya populasi di perkotaan yang perlu diimbangi dengan infrastuktur sanitasi yang aman. Tantangan ketiga yaitu pencapaian seluruh pilar STBM, dan keempat sulitnya mendapatkan data valid dari lapangan.

Disisi lain, Direktur Kesehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan, Imran Agus Nurali, menuturkan pentingnya seluruh pihak mendukung eliminasi praktik BABS di Indonesia. Terlebih sudah banyak sekali dampak buruk yang terjadi akibat sanitasi buruk, salah satunya ialah Stunting."Dari hasil riset diketahui, penyebab terbesar stunting ialah akibat lingkungan, termasuk sanitasi. Oleh karena itu, sudah seharusnya sanitasi menjadi prioritas pembangunan,"� imbaunya.

Berangkat dari itu semua, melalui lokakarya review STBM inilah diharapkan semua pihak akan mengetahui kondisi yang ada, sehingga dapat memberikan masukan untuk pengambil keputusan kedepan. Tujuan akhirnya ialah, agar percepatan pembangunan sanitasi semakin gencar dilakukan, sehingga semua target yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan baik, terutama dalam mencapai SDGs dan Indonesia Emas