Kejar ODF, Ikuti Jejak India Soal Advokasi

JAKARTA — Kamis, 18 Oktober 2018

Dalam waktu 10 tahun, India berhasil menekan tingkat Buang Air Besar Sembarangan (BABS) dari 60% menjadi 7%. Sementara itu Indonesia, tatkala 10 tahun lalu unggul dengan tingkat BABS sebesar 25%, saat ini masih tertambat di angka 10%. Menurut Direktur Perumahan, Perkotaan, dan Permukiman (Perkotrumkim) Bappenas Tri Dewi Virgiyanti, kunci kemajuan India yang pesat ini terletak di advokasi.

"Perubahan perilaku tidak hanya di masyarakat, tapi juga di pimpinan," papar Virgi, saat pada pembukaan lokakarya Bappenas di Hotel Morissey, Senin (15/10) lalu. "Bagaimana caranya supaya mereka sadar bahwa sanitasi ini adalah modal dasar pembangunan. Bukannya sesuatu yang tidak penting."

Demikianlah dalam rangka menyukseskan Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP-2), Bappenas menggelar 'Lokakarya Advokasi & Promosi Dalam Rangka Pembangunan Sanitasi Tahun Anggaran 2018' selama 3 hari, Senin (15/10) sampai Rabu (17/10) kemarin.

Menghadirkan Pokja Sanitasi/AMPL dari 7 provinsi & 15 kabupaten/kota sebagai peserta, lokakarya tersebut dibuka dengan pemantapan tentang pentingnya advokasi dalam upaya penyuksesan sanitasi. Meski kerap terdengar masih asing di telinga para kepala daerah, sesungguhnya program sanitasi punya landasan hukum yang kuat.

"Salah satu pilar NAWACITA adalah meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia," tandas Kasubdit PASD Kementerian Kesehatan, Sony. "Ini berhubungan sekali dengan sanitasi. Program Indonesia Sehat jelas tertuang dalam Renstra."

Salah satu sasaran Program Indonesia Sehat, yang tercantum dalam RPJMN 2015-2019, adalah 'meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar'.

Akan tetapi, visi negara ini tidak serta merta menjamin bahwa setiap kepala daerah otomatis memprioritaskan sanitasi. Di berbagai daerah, anggaran untuk sektor sanitasi masih di bawah 2%. Demi mendorong kesadaran di kalangan pimpinan daerah, Kementerian Kesehatan & Aliansi Kabupaten/Kota Peduli Sanitasi (AKKOPSI) pun menandatangani MoU yang bertekad mendorong agar 2/3 dana APBD kabupaten/provinsi digunakan untuk upaya preventif & promotif sanitasi.

Lebih jauh lagi, setiap Pokja AMPL/Sanitasi di berbagai daerah juga perlu mengkomunikasikan ini dengan kepala daerah masing-masing. Kota Kendari adalah salah satu contoh sukses advokasi Pokja Sanitasi kepada kepala daerah.

"Dulu saya dikejar-kejar [soal sanitasi]. Sekarang saya yang ngejar balik Pokja-nya," ujar PJ Walikota Kendari Zulkarnain. Ia mengaku, baru pertama kali mendengar tentang air limbah saat menghadiri forum City Sanitation Summit (CSS). "Dulu saya ditakut-takuti Pokja soal dampak [sanitasi buruk]. Jadi teman-teman Pokja, beranikan diri saja untuk mentakut-takuti."



Di samping testimoni dari Kota Kendari, lokakarya ini turut memaparkan cerita sukses dari Pokja Jawa Timur & Pokja Pringsewu. Provinsi Jawa Timur, terpilih sebagai wilayah pilot implementasi PPSP-2, merasa terdorong oleh skema pendampingan pilot untuk mengenali kembali skema sanitasi di daerah dan mengoptimalisasi Strategi Sanitasi Kota (SSK). Sementara itu, Kabupaten Pringsewu dari Provinsi Lampung mengandalkan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) untuk menjadi kabupaten 100% ODF pertama di Sumatera.

Selama hari berikutnya, tim Pokja Sanitasi/AMPL dari berbagai daerah dibekali dengan kiat-kiat merumuskan paket kebijakan, usulan program dan kegiatan, dan merencanakan teknik advokasi berdasarkan karakter target. Pembekalan ini dilakukan oleh tim Urban Sanitation Development Program (USDP).

Di penghujung sesi lokakarya, tim Pokja Sanitasi/AMPL menjalani simulasi public speaking guna mempersiapkan diri melakukan advokasi ke para kepala daerah, kepala OPD, dan jurnalis.


***