Kementerian PPN/Bappenas Gandeng JICA dan AFD Susun Peta Jalan Penaggulangan Bencana Sensitif Gender

Indonesia ditetapkan sebagai wilayah yang masuk ke dalam daftar rawan bencana dikarenakan letak geografisnya pada tiga lempeng tektonik utama di dunia. Dilansir dari data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sampai pada bulan Oktober 2021, tercatat bahwa Indonesia telah mengalami 2.080 bencana dengan total korban terdampak lebih dari enam juta jiwa. Kurangnya implementasi mitigasi dan penanggulangan bencana yang sensitif gender mengakibatkan banyak perempuan dan kelompok rentan yang mengalami kerugian lebih besar dalam situasi bencana.
 
Sebagai salah satu bentuk upaya untuk menanggulangi hal tersebut, Kementerian PPN/Bappenas bekerjasama dengan Japan International Cooperation Agency (JICA) dan Agence Francaise de Development (AFD) melaksanakan program Disaster Resilience Enhancement and Management (DREAM). Program ini bertujuan untuk mendorong kebijakan dan aksi pemerintah terkait peningkatan kesetaraan gender dalam penanggulangan bencana di Indonesia.
 
Salah satu produk dari program DREAM ialah draft peta jalan yang disusun berdasarkan hasil kajian survey di Kabupaten Kendari, Kota Palu dan Kabupaten Lembata. Untuk menyempurnakan penyusunan peta jalan ini, telah dilaksanakan webinar nasional pada hari Rabu (3/11/2021) untuk menjaring masukan dan saran dari K/L terkait dan pemerintah daerah
 
Webinar nasional ini dimoderasi oleh Gender Specialist dari Kabupaten Lembata, Juliana Ndolu dan dibuka oleh paparan dari Direktur Tata Ruang dan Penanganan Bencana Kedeputian Bidang Pengembangan Regional, Kementerian PPN Bappenas, Sumedi Andono Mulyo. Dalam paparannya, Sumedi Menjelaskan tentang siklus manajemen bencana, dari pra bencana sampai ke pasca bencana. Menurut Sumedi, pengarusutamaan gender dan inklusi sosial perlu dipertimbangkan dalam menyusun kebijakan dan regulasi di dalam seluruh aspek pembangunan khususnya dalam manajemen bencana. Sumedi juga mempertegas perlunya kerjasama antar pemangku kepentingan dalam mencapai keberhasilan program.
 
“Kunci keberhasilan pengurangan resiko bencana dan pencapaian SDGs ialah kemitraan dan kolaborasi yang solid dengan pendekatan pentahelix antara pemerintah bersama pelaku usaha, perguruan tinggi, termasuk lembaga riset dan pengembangan, organisasi masyarakat, sampai ke semua mitra pembangunan” jelas Sumedi.
 
Sesi paparan kemudian dilanjutkan oleh Direktur Keluarga Perempuan Anak Pemuda dan Olahraga, Kementerian PPN/Bappenas, Woro Srihastuti yang lebih menekankan pada ketidaksetaraan gender di Indonesia. Woro membahas tentang Ideks pembangunan gender yang tidak meningkat secara signifikan dalam kurung waktu 10 tahun terakhir, yang artinya kesenjangan gender masih tinggi dan menurun dengan lamban. Hal ini tentunya juga diperparah dalam situasi bencana.
 
“Berdasarkan hasil dari berbagai kajian, dalam situasi bencana, perempuam selau berada dalam posisi lebih rentan dibandingkan laki laki, dari hasil beberapa kajian menunjukan bahwa sekitar 60-70% korban bencana adalah perempuan dan anak anak. Selain itu perempuan seringkali tidak diilbatkan dalam pengelolaan evakuasi, distribusi bantuan, hingga rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana” ungkap Woro.
 
Ia juga memaparkan beberapa strategi yang telah dilakukan untuk menurunkan ketimpangan gender, yaitu melalui kegiatan perlindungan perempuan, peningkatan akses ke pendidikan, kesehatan, kepimpinan serta fasilitas kepada keigatan ekonomi bagi perempuan.
 
Sepaham dengan Woro, Deputi Bidang Kesetaraan Gender, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Lenny Rosalin menyatakan bahwa di tingkat pemerintah pusat, gender mainstreeming sudah masuk dalam RPJMN, sehingga menurutnya, pemerintah daerah juga perlu memprioritaskannya di dalam RPJMD.
 
“Jika terjadi ketikdasetaraan gender maka akan menciptakan kerentanan yang lebih besar/ double burden, baik itu pada laki laki dan perempuan dalam situasi bencana. Perlu sinergi yang komprehensif dari pemerintah pusat sampai daerah untuk menanggulangi hal ini”, ujarnya.
 
Menurut Lenny, sampai saat ini Kementerian PPPA terus berupaya untuk meminimalisasi kesenjangan gender, salah satunya ialah melalui program PUTARAN (Pusat Pembelajaran Perempuan) yang mencakup bagian ekonomi, kesehatan, pendidikan, literasi hukum dan kepemimpinan bagi perempuan yang sudah diintegrasikan dari pusat sampai ke daerah.
 
Terkait situasi bencana di Indonesia, Analisa Tata Ruang, Kedeputian Bidang Sistem & Strategi BNPB, Tri Utami menyampaikan bahwa kejadian bencana di Indonesia menunjukkan tren peningkatan dari hari ke hari, sementara situasi pandemi COVID-19 memperparah situasi bencana, khususnya bagi perempuan dan kelompok rentan. Terkait hal ini, Tri mengungkapkan bahwa penanggulangan bencana yang berbasis gender sangat penting dilaksanakan, “Semua orang memiliki hak untuk dilindungi serta menyampaikan suara mereka, sehingga perlu keterlibatan secara adil” ungkapnya.
 
Saat ini BNPB sudah memiliki Peraturan Kepala (Perka) BNPB no 13 tahun 2014 yang mengintegrasikan pendekatan gender dan penanggulangan bencana. Perka ini bertujuan untuk mendorong pelaksanaan prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan gender dalam penanggulangan bencana, mendorong perencanana dan penganggaran yang responsif, serta mendorong terwujudnya perlindungan dan pemenuhan hak-hak perempuan dan laki-laki secara adil dalam penanggulangan bencana.
 
Perwakilan dari AFD, Emmanuel Baudran yang mendukung program DREAM di Indonesia juga menyampaikan bahwa kesetaraan gender adalah jantung dari aksi dan tindakan tindakan AFD yang sudah berkiprah di Indonesia selama 15 tahun terkahir. Menurut Emmanuel, kesetaraan gender penting, bukan hanya karena bagian dari SDGs saja, namun karena ia yakin bahwa perempuan bisa berperan untuk mencapai masyarakat yang lebih makmur dan seimbang
 
Menurutnya, kesetaraan gender menjadi syarat mutlak kegiatan untuk mendapat dukungan gender. Ia juga memaparkan adanya peningkatan pengarusutamaan kesetaraan gender dalam proyek AFD. Semua proyek yang kami danai harus menagursutamakan kesetaraan gender. Pada tahun 2019, sekitar 45% proyek yang didanai AFD sudah mengintegrasikan kesetaraan gender, dan pada tahun 2020 sudah mencapai 67%. “Untuk ke dapannya, kami tidak akan mendanai proyek yang tidak memasukan isu kesetaran gender” tukas Emmanuel.
 
Kegiatan webinar kemudian dilanjutkan dengan sesi pemaparan draft peta jalan teknis oleh Team Leader Gender Support, Dewi Novrianti. Dalam paparannya Dewi menyampaikan bahwa secara garis besar, peta jalan ini berisikan hasil kajian, evaluasi dan rencana aksi yang dapat dilakukan oleh pemerintah.
 
“Setidaknya ada lima isu utama yang ditemukan dari hasil kajian di tiga daerah. Pertama, tingkat kemiskinan perempuan yang lebih tinggi daripada laki-laki terutama dalam keadaan bencana. Kedua, budaya patriarki yang membuat laki laki memiliki peluang lebih besar dalam partisipasi masyarakat. Ketiga, peran pengambilan keputusan tentang krisis bencana yang dipegang oleh aparatur desa, tokoh adat dan pemuka agama laki- laki. Keempat, perempuan kesulitan dalam mengakses fasilitas yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi mereka. Serta yang terakhir, ialah akses terhadap kebutuhan-kebutuhan khusus bagi perempuan dan kelompok marginal dengan kondisi tertentu” jelasnya.
 
Dewi selanjutnya menjelaskan bahwa hasil dari kajian ini akan dievalusi dan selanjutnya dituangkan ke dalam rencana-rencana aksi baik di tingkat pemerintah pusat maupun di pemerintah daerah.
 
Kegiatan webinar selanjutnya ditutup dengan penguatan komitmen dan strategi pelaksanaan kegiatan dari perwakilan pemerintah daerah di Kabupaten Kendari, Kabupaten Lembata dan Kota Palu.