Kementerian Sosial dan UNICEF Luncurkan Dokumen Kajian Sistematis Intervensi Sektor Air Minum dan Penyehatan Lingkungan dalam Penanganan Darurat Bencana di Indonesia

Penanganan darurat bencana di Indonesia terkadang melupakan aspek yang juga cukup penting yaitu memastikan ketersediaan air minum, sanitasi dan higiene yang layak. Oleh karena itu, agar intervensi sektor AMPL ini dapat terkoordinasikan dengan baik pada kondisi darurat bencana, UNICEF bersama dengan Kementerian Sosial meluncurkan Dokumen Kajian Sistematis Intervensi Sektor Air Minum dan Penyehatan Lingkungan dalam Penanganan Darurat Bencana di Indonesia.

Kegiatan yang berlangsung secara daring tersebut, menghadirkan sejumlah narasumber dari lintas kementerian/lembaga seperti Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dan UNICEF.

Dalam sambutan pembukaannya, Asisten Deputi Penanganan Pasca Bencana Kemenko PMK, Nelwan Harahap,mengungkapkan harapannya terkait peluncuran dokumen ini. "Saya berharap dokumen ini dapat menambah khazanah dalam manajemen penanggulangan bencana, terutama untuk klaster AMPL", ujarnya.

Sementara itu Chief of WASH UNICEF, Kannan Nadar turut juga menggarisbawahi pentingnya kerangka koordinasi yang tepat dalam penanganan darurat bencana khususnya dalam hal penyediaan layanan AMPL. “Dalam penanganan darurat bencana di Indonesia, kita melihat banyak sekali tantangan dalam penyediaan layanan AMPL. Kita membutuhkan kerangka koordinasi yang lebih kuat untuk bisa menanggapi atau memberi respon yang lebih efektif,” ujarnya.

Usai penyampaian sambutan, dengan disaksikan oleh perwakilan dari berbagai kementerian/lembaga dan seluruh peserta undangan,  peluncuran Dokumen Kajian Sistematis Intervensi Sektor Air Minum dan Penyehatan Lingkungan dalam Penanganan Darurat Bencana di Indonesia dilakukan dan dipimpin oleh Plt Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam (PSKBA) Kementerian Sosial, Iyan Kusmadiana.

Iyan kemudian melanjutkan dengan pemaparan singkat mengenai dokumen menekankan pada penyusunan roadmap dan rencana peningkatan kapasitas sub-klaster AMPL. Hasil paparan ini kemudian dibahas dalam sesi diskusi yang dimoderatori oleh Direktur Promosi Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Imran Nur Ali.

Dalam sesi diskusi ini, Direktur Perumahan dan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas-Tri Dewi Virgiyanti menyampaikan bahwa kesulitan memeroleh akses air minum dan sanitasi merupakan kondisi yang akan dialami oleh para pengungsi. “Oleh karena itu pemerintah daerah dan pemerintah pusat harus bekerja sama dengan BNPB karena selain mereka yang bertanggung jawab, mereka juga yang akan memberikan komando untuk menangani korban bencana,” ucapnya.

“Dalam menangani bencana kami dari direktorat Perumahan dan Permukiman biasanya memberikan respon kondisi tanggap darurat yang tentunya berkoordinasi dengan Kementerian PUPR untuk menangani kebutuhan infrastruktur yang diperlukan,” tambah Virgi.

Selanjutnya perwakilan Direktorat Mitigasi Bencana, BNPB, Johny Sumbung menjelaskan bila berbicara terkait kelengkapan regulasi yang ada, tidak dibarengi dengan kesiapan kompetensi dan kapasitas personil. “Di samping itu juga masih ada regulasi yang belum diimplementasikan dengan baik seperti dalam penentuan penanggung jawab AMPL serta implementasi penentuan status bencana skala nasional yang masih perlu mendapat perhatian,” jelasnya.

“Rekomendasi yang dihasilkan dari kajian saat ini memang cukup komprehensif dan memperkuat AMPL di tingkat nasional maupun lokal. Kabupaten/kota dan provinsi akan mempertegas tanggung jawab dan hubungan koordinasi kelompok kerja (pokja) pada tingkat lokal pada wilayah yang terkena dampak bencana, dan BNPB dapat dilibatkan dengan perkuatan, pengembangan, dan kompetensi,” tambah Johny.

Sejalan dengan itu Direktur Kesehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan, Vensya Sitohang menyampaikan dalam paparannya bahwa dalam penanganan darurat bencana tentunya terdapat sistem wilayah yang harus dianut oleh para pelaku, termasuk dari sektor lembaga internasional.

“Hal ini karena sistem yang saling melengkapi menjadi kunci dasar dalam menangani bencana dan berorientasi dalam pemenuhan standar pelayanan AMPL,” ungkap Vensya. “Dengan adanya pedoman atau buku akan sangat membantu terkait sektor AMPL dan menjadi salah satu hal yang paling penting bila terjadi bencana di suatu wilayah dalam kondisi apapun,” tambahnya.

Sebagai penutup, Iyan Kusmadiana menyimpulkan bahwa adanya panduan atau pedoman berupa Sistem dan Intervensi Sektor Air Minum dan Penyehatan Lingkungan dalam Penanganan Darurat Bencana di Indonesia dapat memberikan peningkatan penanganan bencana yang lebih baik, tentunya dengan tidak lupa mensosialisasikan dokumen ini kepada masyarakat di berbagai wilayah.