Ketua PMU PPSP: Tidak Banyak Program Seperti Sanitasi

SERPONG — Senin, 7 Mei 2018

Ketua PMU PPSP Laisa Wahanudin mencermati, ada 3 komponen yang menentukan kualitas sebuah program. Pertama, ada pendanaan yang baik. Kedua, adanya regulasi yang baik. Ketiga, adalah adanya kelembagaan yang baik. Menurut Laisa, sanitasi sebagai sebuah program sudah memiliki ketiga komponen tersebut.

"Saya melihat, tidak banyak program yang didesain seperti itu. Sanitasi sudah ke arah sana," ungkap Laisa Wahanudin.

Pendanaan yang 'baik' di sini, berarti ada kesepakatan di tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga pusat untuk sama-sama menganggarkan alokasi khusus untuk program itu. Di sanitasi, sumber dananya berasal baik dari APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, hingga Dana Desa. Meski saat ini kondisi pendanaan untuk sanitasi masih jauh dari ideal, Laisa menyimak bahwa tahun ini ada perbaikan di sektor pendanaan.

"Pendanaannya sementara ini juga belum memihak. Tahun lalu, kita jauh karena ada ASEAN Games," jelas Laisa. "Tahun ini agak sedikit lebih baik dari tahun lalu."

Sementara itu, dari segi regulasi, sanitasi didukung oleh payung hukum yang kuat. Pertama, ada target Akses Universal 2019 dari Presiden RI. Lebih dari itu, Indonesia juga sudah berkomitmen untuk menuntaskan permasalahan sanitasi sesuai dengan target Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030. Dalam rangka menapaki langkah menuju target-target ini, mulai dari UU, Perpres, hingga Perda pendukung, semuanya sudah tersedia.

"Jadi kalau secara perangkat, sebenarnya sudah cukup. Jadi tidak ada alasan lagi kabupaten/kota untuk tidak mengalokasikan APBD-nya dalam sanitasi," simpul Laisa.

Dari segi konsistensi pun, program sanitasi memiliki rancangan keberlanjutan yang solid. Tidak sekadar diluncurkan oleh pemerintah pusat, ada pula sosialisasi masif kepada kabupaten/kota dan provinsi setelahnya. Lantas, pemerintah pusat turut memberikan tenaga ahli kepada daerah kabupaten/kota dan provinsi untuk menjalankan program. Demi memastikan kesinambungan program, terdapat pula pelatihan berbagai aspek yang menunjang sanitasi seperti alternatif pendanaan, kelembagaan, advokasi, dan teknis. Usai dibekali berbagai kemampuan lintas sektor, barulah daerah diberi target capaian.

Sebagai pembanding, Laisa Wahanudin melihat bahwa ada program-program nasional lainnya yang diluncurkan dan disosialisasikan secara masif hingga ke masyarakat luas, namun setelahnya 'ditinggal'. Akhirnya, daerah pun kelabakan mengerjakan tugasnya sendirian.

"Sanitasi saya kira tidak seperti itu," tandas Laisa di hadapan para peserta pelatihan di Hotel Soll Marina, Senin (7/5).

Rangkaian pelatihan yang bertajuk "Pemberdayaan Aparat Pemda (Pokja AMPL/Sanitasi) Provinsi Kabupaten/Kota dan Fasilitator Dalam Penyusunan SSK dan Implementasi Pembangunan Sanitasi Tahun 2018" tersebut berlangsung selama 5 hari, pada 7-11 Mei 2018.

Para peserta yang diundang adalah 129 orang perwakilan dari 32 provinsi & 44 kabupaten/kota yang sedang menyusun dokumen Strategi Sanitasi Kota (SSK) tahun 2018 ini. Mereka berasal dari kalangan Provincial Facilitator-Implementation (PF-I) & City Facilitator (CF), yang nantinya akan bertugas mendampingi Pokja AMPL Provinsi dalam melaksanakan tahapan implementasi dari Program PPSP. Di samping PF-I dan CF, hadir pula Pokja AMPL dari 4 kabupaten/kota yang menjadi wilayah pilot implementasi.

***