Komitmen Pemerintah Indonesia Tuntaskan Pencemaran Sampah Plastik

Pada tahun 2020, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat bahwa wilayah lautan Indonesia sudah tercemar oleh sekitar 1.772 gram/m2 sampah, dengan  627 gram/m2 atau sekitar 35,4% nya ialah sampah plastik. Mengingat bahwa plastik baru dapat terurai dalam kurung waktu 10 sampai 500 tahun, maka hal ini sangat berpotensi merusak ekosistem laut serta mempengaruhi kualitas air baku.
 
Sebagai upaya penanggulangan, pemerintah telah menetapkan target 100% pengelolaan sampah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) pada tahun 2024 mendatang. Berbagai upaya kolaborasi pendanaan dan pembangunan infrastruktur terus dilakukan antar sektor pemerintah dan nonpemerintah untuk mengejar target capaian. Salah satunya melalui kerjasama antara Badan Pembangunan Internasional AS (USAID) Clean Cities Blue Ocean (CCBO), dengan perusahaan manajemen investasi Circulate Capital dan perusahaan daur ulang plastik Prevented Ocean Plastic Southeast Asia (POPSEA).
 
Kerjasama ini ditandai dengan penandatanganan MoU antar pihak di Kota Semarang pada hari Rabu (28/07). Kegiatan ini sekaligus menjadi salah satu rangkaian pre-event G20 dengan tajuk Making Blended Finance Work- Lesson from the Asia-Pacific Region.
 
Membuka kegiatan ini, USAID Indonesia Mission Director, Jeff Cohen menjelaskan bahwa inisiasi kemitraan ini bertujuan untuk mengkolaborasikan atau bauran pendanaan / blended finance  untuk mengurangi sampah yang mengalir ke laut, sekaligus mendukung konsep ekonomi sirkular. “ Melalui kemitraan ini, sarana pengumpulan dan daur ulang sampah akan diperluas, sehingga dapat mendukung prioritas pembangunan pemerintah. Diharapkan kedepannya kita juga dapat bergerak memproduksi plastik yang dapat direduksi dengan cepat” jelas Jeff.
 
Sepaham dengan yang disampaikan Jeff, Direktur Pendanaan Bilateral, Kementerian PPN/Bappenas, Kurniawan Ariadi atau yang biasa disapa Iwan, menjelaskan bahwa  pengembangan kebijakan blended finance di skala nasional sangat diperlukan. “Selain pengembangan kebijakan, saya rasa perlu juga dibangun jejaring untuk mempromosikan konsep blended finance ini. Intinya, semua harus ikut terlibat dalam menyiapkan dan mengelola proyek ini” pungkasnya.
 
Iwan juga menambahkan terkait peran serta keterlibatan seluruh pihak baik pemerintah, swasta, dan filantropi di dalam proyek ini, “Pemerintah dalam hal ini berperan dalam membuat kebijakan dan strategi; sementara swasta berperan dalam menyediakan modal pendukung; dan badan filantropi memiliki peran untuk menciptakan solusi taktis dan inovatif dalam menyelesaikan permasalahan di sektor persampahan.” jelasnya.
 
Melanjutkan pembahasan terkait peran dan kolaborasi, Walikota Semarang yang diwakili oleh Asisten Pemerintahan Sekretaris Daerah Kota Semarang, Mukhmad Khadik menyampaikan bahwa konsep ekonomi sirkular yang diusung saat ini perlu didukung bersama, salah satunya dengan konsep blended finance. “Sampah apabila dimanfaatkan dan diolah dengan baik,  dapat menjadi sumber perekonomian baru, yang nantinya dapat memberikan manfaat lebih luas untuk masyarakat” jelasnya.
 
Akhmad juga menyampaikan bahwa untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan kolaborasi yang baik antar pihak. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Walikota Semarang, Indra Priyadi yang menegaskan tentang prinsip bergerak bersama untuk mengakselerasi pembangunan, khususnya pada pengelolaan sampah plastik.