Pemerintah Pusat Kembali Tegaskan Komitmen Pemerintah Daerah untuk Memenuhi Akses Air Minum dan Sanitasi Usai Program PAMSIMAS III

Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat atau yang dikenal dengan PAMSIMAS ialah program yang berfokus pada pembangunan air minum dan sanitasi perdesaan yang dilaksanakan dengan pendekatan berbasis masyarakat. Program ini telah berkiprah di Indonesia sejak tahun 2008 di fase pertama sampai ke fase ketiga yang akan berakhir pada tahun 2021. Tercatat sampai saat ini, PAMSIMAS telah berhasil dilaksanakan di lebih dari 30.000 desa, dan sudah memberikan manfaat kepada  sekitar 17,2 juta jiwa di sektor air minum dan 15 juta jiwa disektor sanitasi. PAMSIMAS fase ketiga akan berakhir pada tahun ini, sehingga diperlukan penguatan komitmen dari seluruh pemangku kepentingan terkait, agar manfaat yang telah dihasilkan dari program dapat terus dilanjutkan. Terkait hal ini, maka diadakan kegiatan Workshop Dukungan Eksekutif dan Legistlatif dalam Rangka Peningkatan Komitmen Daerah Untuk Keberlanjutan AMPL Regional 1 pada hari Kamis (09/09/2021) di Kota Semarang dan secara virtual melalui media Zoom Meeting.
 
Tujuan diselenggarakannya acara ini, yaitu untuk meningkatkan komitmen perencanaan dan penganggaran daerah di bidang air minum dan sanitasi melalui kebijakan dan strategi dalam mengelola program pasca berakhirnya PAMSIMAS fase ketiga. Selain itu, acara ini juga ditujukan untuk meningkatkan pemahaman pemerintah bidang eksekutif dan legsitlatif tentang peran pemerintah daerah dalam keberlanjutan program PAMSIMAS dan peran daerah dalam mencapai target-target pembangunan air minum dan sanitasi.
 
Dalam pelaksanaannya, kegiatan ini dibuka dengan sambutan dari Gubernur Provinsi Jawa Tengah yang diwakili oleh Kepala Biro Administrasi Pembangunan Daerah Setda Provinsi Jawa Tengah, Dyah Lukisari. Dalam paparannya, Dyah menyatakan bahwa salah satu upaya untuk menyediakan permukiman yang berkualitas ialah dengan penyediaan akses air minum dan sanitasi yang memadai. “Akses terhadap air minum dan lingkungan juga akan berpengaruh pada kesehatan anak-anak dan keluarga, sehingga upaya untuk mencapai target 100% air minum layak, 0% kawasan kumuh, dan 100% sanitasi layak akan terus diprioritaskan.”
 
Dyah juga menambahkan bahwa diperlukan kolaborasi aktif antara pemerintah bidang legislatif dan eksekutif untuk mewujudkan kebutuhan air minum bagi masyarakat. Saat ini, Provinsi Jawa Tengah telah menyediakan anggaran dalam APBD untuk air minum dan sanitasi yang dapat diakses oleh Kabupaten/Kota, namun masih banyak Kabupaten/Kota yang hanya mengusulkan penganggaran untuk infrastruktur jalan dan jembatan, sehingga menurut Dyah perlu peningkatan kesadaran dan komitmen dari daerah untuk lebih memprioritaskan penyediaan akses air minum dan sanitasi.
 
Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan sesi pembukaan secara resmi yang ditandai dengan pemukulan gong oleh Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah (Bangda), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Hani Nur Cahya Murni ditemani oleh Ketua DPRD Kabupaten Kaur, Bengkulu dan Sekda Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Setelah sesi pembukaan, Hani memberikan pidato kunci terkait isu air minum dan sanitasi. Dalam paparannya, Hani menegaskan bahwa program AMPL yang ada di daerah seharusnya sudah membumi, bukan hanya sekedar program yang “diperintahkan” oleh pemerintah pusat.
 
“Air minum dan sanitasi seharusnya menjadi organ vital dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Pemerintah daerah juga diharapkan dapat mengadopsi berbagai program nasional di bidang Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) ke dalam perencanaan pembangunan daerah, untuk menjaga keberlanjutan pembangunan air minum dan sanitasi” jelasnya.
 
 
Sektor Air Minum dan Sanitasi Menjadi Prioritas Nasional
Setelah sesi pembukaan, acara dilanjutkan dengan penandatanganan nota kesepakatan komitmen daerah untuk keberlanjutan AMPL yang secara simbolis diwakili oleh Kabupaten Indramayu, Jawa Barat dan Kabupaten Kepahiang, Bengkulu. Penandatanganan ini juga sekaligus membuka sesi pertama talkshow dengan tema peran pemerintah daerah dalam pencapaian target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/Sustainable Development Goals (SDGs) 2030. Talkshow ini dipandu oleh Pembawa Berita DI News Semarang, Septi Wulandari, dengan narasumber perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PPN/Bappenas dan Sekda Kabupaten Klaten.
 
Sesi talkshow dibuka dengan paparan dari Direktur Perumahan dan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas, Tri Dewi Virgiyanti, yang menyampaikan bahwa akses universal 100% untuk air minum dan sanitasi akan dicapai secara bertahap. “Sampai saat ini, tidak hanya akses layak yang sedang diperjuangkan namun harus mulai mengejar ke target akses air minum aman yang dimandatkan dalam TPB/SDGs 2030. Selain akses air minum aman, air minum yang disediakan juga harus memenuhi syarat 4K, yaitu kualitas, kuantitas, kontinuitas, dan keterjangkauan” jelasnya.
 
Virgi juga menambahkan bahwa ada lima hal utama yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah sebagai penanggung jawab utama dalam penyelenggaraan layanan air minum dan sanitasi. Dimulai dari pembentukan kelembagaan, penyusunan regulasi, edukasi masyarakat sebagai penerima manfaat agar tercipta demand akan air minum dan sanitasi, pembangunan infrastruktur yang diselaraskan dengan karakter daerah, serta yang terakhir ialah bauran pendanaan yang ada di daerah.
 
Melanjutkan yang telah disampaikan oleh Virgi, Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah (SUPD) II Ditjen Bina Bangda Kementerian Dalam Negeri, Iwan Kurniawan, menyampaikan saat ini sebenarnya sektor air minum dan sanitasi sudah ditetapkan sebagai prioritas nasional, yang artinya Kemendagri bertugas untuk menyinkronisasi kinerja provinsi dalam mengarusutamakan isu air minum dan sanitasi, yang selanjutnya akan diturunkan ke tingkat Kabupaten/Kota.
 
 “Kemendagri telah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 90 dan Permendagri No. 86 sebagai acuan bagi daerah untuk penyusunan dokumen perencanaan terkait air minum dan sanitasi, yang selanjutnya dapat dialokasikan dalam APBD. Kemendagri juga telah membangun komitmen dengan DPRD dan Sekda untuk pengarusutamaan sektor air minum dan sanitasi” jelas Iwan.
 
Melihat sudut pandang dari pemerintah daerah, Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, Kabupaten Klaten, Pramana Agus menyampaikan bahwa sudah ada Perda dan Pergub yang khusus menangani masalah air minum dan sanitasi di Kabupaten Klaten, dan pendanaan PAMSIMAS yang telah ditetapkan di pemerintah pusat sudah diselaraskan juga dengan APBD. “Walaupun program PASMIMAS akan berakhir, namun tetap akan kami dampingi dengan program yang serupa agar tetap ada keberlanjutan. Sama seperti yang disampaikan oleh Ibu Virgi, bahwa kami akan perkuat terus aspek kelembagaan, regulasi, edukasi dan juga kolaborasi dengan pemangku kepentingan di daerah” pungkasnya.
 
Sesi talkshow dilanjutkan dengan pembahasan tantangan yang dialami pada saat implementasi program PAMSIMAS. Virgi menyampaikan bahwa tantangan terbesar ialah bagaimana menjangkau seluruh desa di Indonesia yang berjumlah lebih dari 83.000 desa, dimana PAMSIMAS baru menjangkau kurang lebih setengah dari jumlah desa di Indonesia sejak 2008, ini berarti perlu kolaborasi yang lebih baik antar pihak, sehingga bisa menjangkau seluruh desa di Indonesia.
 
Iwan juga menambahkan bahwa pandemi COVID-19 juga memberi tantangan tersendiri bagi daerah, karena banyak terjadi refocusing anggaran sehingga banyak target-target yang tidak bisa dicapai. Iwan berharap agar setelah pandemi berlalu, pemerintah daerah bisa kembali terfokus pada target pemenuhan akses air minum dan sanitasi.
 
Berbeda halnya dengan tantangan yang dialami oleh daerah, menurut Pramana, yang menjadi tantangan terbesar ialah bagaimana memaksimalkan kolaborasi dan kelembagaan yang ada dari tingkat Provinsi, Kab/Kota sampai ke kecamatan, dimana artinya perlu dilakukan sosialisasi terus menerus agar Kelompok Pengelola Sistem Penyediaan Air Minum dan Sanitasi (KPSPAMS) yang sudah ada dapat lebih berkualitas.
 
Sesi talkshow pertama ditutup dengan arahan tentang keberlanjutan program. Menurut Iwan, pemerintah daerah harus menjamin keberadaan asosiasi pengelola SPAMS yang sudah terbentuk untuk dapat terus terlibat dalam pelayanan air minum dan sanitasi kepada masyarakt. Virgi juga menambahkan bahwa sinergi, koordinasi serta kolaborasi antar K/L secara vertikal maupun horizontal juga sangat diperlukan. Hal tersebut dapat berjalan dengan dukungan bauran pendanaan yang ada di daerah serta penguatan knowledge management yang sudah ada.
 
 
Peran Utama Pemerintan Daerah untuk Keberlanjutan Program
Talkshow sesi dua yang masih dimoderasi oleh Septi mengangkat tema kebijakan dan strategi keberlanjutan pemenuhan layanan dasar air minum berbasis masyarakat. Sesi ini dibuka dengan pertanyaan mengenai arah kebijakan di sektor air minum dan sanitasi di masa mendatang.
 
Untuk sektor air minum, Kasubdit Perencanaan Teknis Air Minum, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Dades Prinandes menyampaikan bahwa untuk mencapai target dalam TPB/SGDs 2030, Kementerian PUPR sudah memiliki tiga strategi utama, yaitu peningkatan cakupan layanan dan pemenuhan standard kualitas air minum sesuai standard 4K. Kedua, ialah peningkatan kapasitas dan peran penyelenggara SPAM yang meliputi Sumber Daya Manusia (SDM) dan juga instansi-instansi yang ada di daerah. Ketiga, ialah peningkatan kemampuan dan komitmen pendanaan untuk sektor air minum dan sanitasi, dimana diharapkan pemerintah daerah dapat memanfaatkan alternatif sumber pendanaan lain selain APBD.
 
Untuk sektor sanitasi, Kementerian Kesehatan memiliki program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang telah banyak memberi sumbangsih dalam pencapaian target sanitasi layak dan aman. Direktur Kesehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan, Vensya Sitohang, memaparkan bahwa program ini mendukung upaya peningkatan layanan primary care dari sisi promotif dan preventif, untuk mencegah kejadian stunting sekaligus mengurangi penyebaran COVID-19.
 
Terkait keberlanjutan Program PAMSIMAS di sektor air minum, Dades menyampaikan bahwa program ini akan tetap diadakan di tahun 2022 dengan beberapa penyesuaian metode pendanaan. Akan tetapi, yang menjadi kunci utama dari keberlanjutan PAMSIMAS ialah peran pemerintah daerah dimana tanggung jawab utama mereka mencakup penentuan readiness criteria, penentuan target sasaran penerima program, serta pengelolaan sarana air minum yang masih berfungsi agar tetap bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. “Terkait sarana yang sudah tidak berfungsi, Kementerian PUPR telah menyiapkan program Hibah Khusus PAMSIMAS (HKP) untuk memfungsikan kembali sarana-sarana yang rusak” jelasnya.
 
Sejalan dengan yang telah disampaikan Dades terkait peran pemerintah daerah, Vensya juga mempertegas megenai pentingnya komitmen pemerintah daerah dalam penyediaan akses air minum dan sanitasi yang sudah teruji kualitasnya dari hulu sampai ke hilir. Terkait hal ini, maka dibutuhkan peningkatan kapasitas penyelenggara layanan dan penguatan pengawasan internal air minum, serta secara paralel dilakukan penguatan edukasi dan kampanye bagi masyarakat agar turut menyuarakan kebutuhan mereka akan akses air minum dan sanitasi yang layak dan aman.
 
Kegiatan workshop kemudian diakhiri dengan diskusi dan tanya jawab dari peserta yang hadir secara tatap muka maupun daring. Diharapkan melalui workshop ini, ke depannya pembangunan akses air minum dan sanitasi layak dan aman dapat lebih luas dan optimal.