Retribusi Sampah Jadi Langkah Efektif Daerah Untuk Tingkatkan Layanan Pengelolaan Sampah

Dalam rangka mencapai target 80% penanganan sampah dan 20% pengurangan sampah yang dimandatkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Direktorat Perumahan dan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas menyelenggarakan webinar bertajuk “Optimalisasi Pengumpulan Tarif Retribusi Sampah Sesuai Permendagri No. 7 Tahun 2021” pada hari Kamis (19/08/21).
 
Kegiatan ini dibuka oleh Direktur Perumahan dan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas, Tri Dewi Virgiyanti yang pada sambutannya menyampaikan bahwa terdapat beberapa prinsip utama dalam penanganan dan pengurangan sampah. Mulai dari prinsip pengintegrasian sistem dari hulu ke hilir, pembangunan infrastruktur, kampanye perubahan, penghitungan tarif dengan full cost recovery, penegakan hukum secara konsisten, hingga penjaringan komitmen kepala daerah.
 
“Diperlukan kepemimpinan yang kuat dari pemerintah daerah sebagai penyelenggara pengelolaan sampah, sehingga nantinya TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) tidak menjadi beban bagi daerah. Selain itu, beberapa inovasi dan praktik baik terkait retribusi sampah juga akan disampaikan dalam webinar ini dengan harapan dapat direplikasi oleh sejumlah daerah” jelas Virgi. 
 
Kegiatan dilanjutkan dengan pemaparan dari Anggi Putri, Perencana di Direktorat Lingkungan Hidup, Kementerian PPN/Bappenas, yang menyatakan saat ini pengelolaan sampah sudah masuk dalam prioritas nasional, yang artinya perlu menjadi perhatian Kementerian/Lembaga lainnya untuk saling mendukung dan berkerjasama dalam pengelolaan sampah yang baik ke depannya.
 
Terkait retribusi sampah, Anggi menambahkan, pada tahun 2019, Kementerian PPN/Bappenas telah melakukan studi penerapan retribusi pengelolaan sampah di 38 Kabupaten/Kota. Secara makro, retribusi sampah pada level kota besar berkisar antara Rp 3.000 – Rp 19.000, sedangkan pada kota sedang dan kecil hanya berkisar antara Rp 2.675 – Rp 10.000 per bulan per KK (Kepala Keluarga).
 
Terkait hal ini, Anggi menyampaikan bahwa angka ini masih dapat dioptimalkan, agar dapat meningkatkan layanan pengelolaan sampah di daerah. “Diperlukan tata kelola persampahan yang kuat dari seluruh aspek di daerah serta optimalisasi potensi pendanaan, baik itu dari retribusi sampah atau dari potensi pendanaan lainnya, seperti dari sektor swasta atau CSR” pungkasnya.
 
Kisah Inspiratif Daerah Dalam Menanggulangi Sampah
Acara webinar ini kemudian dilanjutkan dengan sesi berbagi pembelajaran daerah terkait penerapan retribusi sampah. Sesi ini dimoderasi oleh perwakilan dari Direktorat SUPD II, Direktorat Jendral Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, Abdul Azies. Sebelum memulai sesi, Abdul menyampaikan, Kementerian PPN/Bappenas melalui ISWMP (Improvement of Solid Waste Management to Support Regional and Metropolitan Cities) telah melakukan survei singkat di 43 Kabupaten/Kota terkait retribusi sampah.
 
Dari hasil yang didapatkan, ternyata hanya 84% Kabupaten/Kota yang memiliki regulasi terkait retribusi sampah, 77% Kabupaten/Kota yang masih menggunakan sistem konvensional dalam penarikan tarif retribusi, 40% Kabupaten/Kota yang berhasil melakukan penarikan tarif sampai 75%, serta hanya 1 Kabupaten yaitu Lombok Utara yang dapat mendanai OPEX (biaya operasional) dari pendapatan retribusi sampah.
 
Pada sesi ini disampaikan bahwa untuk meningkatkan retribusi sampah telah ada berbagai cara yang dilakukan pemerintah daerah di antaranya melakukan sosialisasi kegiatan, menjalin kerja sama dengan lembaga lain, hingga ada juga yang sudah menerapkan sanksi pemberhentian layanan kepada masyarakat yang tidak membayar retribusi.
 
Terkait hal tersebut, Abdul menyampaikan bahwa pada kegiatan ini Kabupaten Sleman, Kabupaten Surakarta, dan Kabupaten Banyumas akan berbagi cerita terkait sejumlah inovasi yang telah berhasil mereka lakukan untuk meningkatkan pengelolaan sampah melalui retribusi sampah, yang harapannya pembelajaran tersebut dapat dicontoh oleh peserta webinar dari daerah lainnya.
 
Sesi berbagi pembelajaran pertama dimulai dari Kepala UPT Pelayanan Persampahan Kabupaten Sleman, Sri Restuti yang menyampaikan bahwa pengelolaan sampah di Sleman dibagi menjadi dua kategori, yaitu yang diambil secara langsung seperti dari hotel, rumah makan, atau sekolah, dan yang diambil secara tidak langsung dari permukiman warga. Menurutnya, dalam pengelolaan sampah dan penarikan tarif retribusi secara online pihaknya berkolaborasi dengan Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Komunukasi Informasi, serta Bank BPD DIY.
 
“Penarikan tarif retribusi sampah dengan metode online ini memang sangat efektif. Selain dapat meningkatkan pendapatan daerah, pelanggan juga jadi lebih mudah untuk melakukan proses pembayaran, serta kinerja petugas layanan juga menjadi lebih efisien” tambahnya.
 
Cerita menarik lainnya juga datang dari Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Surakarta, Gatot Sutanto. Menurutnya, sampai saat ini Surakarta sudah menerapkan Zero TPS atau penonaktifan lahan TPS (Tempat Penampungan Sementara), dan sebagai pengganti, DLH Kabupaten Surakarta menggerakkan 91 unit mobil berjenis L-300 dan 134 unit motor untuk mengangkut sampah dari masyarakat. Selain itu, pihaknya juga bekerjasama dengan Dinas Perdagangan dan seluruh kelurahan untuk meningkatkan layanan retribusi sampah.
 
“Saat ini retribusi sampah untuk sektor rumah tangga baru dilakukan di 116 KK dengan potensi total tarif Rp 582.000 per bulan. Untuk mempermudah pembayaran, kini sudah diberlakukan juga program e-sampah dengan menggunakan QRIS (Quick Response Code Indonesia Standard) dan aplikasi pembayaran lainnya seperti OVO, Gopay dan Shopee Pay” tambahnya.
 
Tak kalah menarik dari Kabupaten Sleman dan Surakarta, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banyumas, Junaedi juga bercerita mengenai aplikasi Salinmas (Sampah Online Banyumas) yang diinisiasi oleh Bupati Banyumas, Ahmad Husein dikarenakan lebih dari 50% komposisi sampah di Banyumas terdiri dari sampah organik, sehingga perlu penanganan yang lebih intensif.
 
Setiap warga di Kabupaten Banyumas dapat mendaftar pada aplikasi Salinmas, dan setelahnya akan diberikan tong sampah terpilah. Selanjutnya, setiap pendaftar juga akan diberikan insentif oleh pemda setelah mengumpulkan sampah. Menurut Junaedi, melalui program Salinmas ini sampah organik yang terkumpul dapat mencapai 10 ton per bulan, yang selanjutnya akan diolah kembali menjadi pupuk lalu dibagikan secara gratis kepada para petani.
 
“Untuk mengoptimalisasi layanan pengolahan sampah di Banyumas, pemerintah daerah juga telah menyediakan 9 fasilitator untuk mengampu 27 kelurahan yang ada. Kemudian pemda juga menambahkan kendaraan pengangkut, serta mencoba inovasi-inovasi lain seperti budidaya maggot” jelasnya.
 
Upaya Pemerintah Pusat Tingkatkan Layanan Pengolahan Sampah
Setelah mendengar berbagai praktik pengelolaan sampah di daerah, acara webinar kembali dilanjutkan dengan pemaparan dari Direktur Pendapatan Daerah, Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, Hendriawan. Dalam paparannnya, Hendri menyampaikan dalam bulan Juli ini ada sekitar 17 daerah yang sama sekali tidak memiliki pendapatan retribusi sampah. Menurutnya hal ini perlu ditingkatkan kembali, mengingat Permendagri No. 7 Tahun 2021 tentang retribusi sampah ditujukan agar daerah dapat meningkatkan pengolahan sampahnya.
 
Selain itu, dalam paparannya Hendri juga menjelaskan mengenai pasal-pasal yang tertuang dalam Permendagri No. 7 Tahun 2021 terkait jenis sampah, objek retribusi, subjek retribusi, serta prinsip dan sasaran penetepan tarif retribusi. Dari penjelasannya, Hendri menyimpulkan agar program retribusi lebih banyak diakses oleh warga, maka daerah sebenarnya dapat mengeluarkan kebijakan untuk melonggarkan tarif retribusi sampah dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat.
 
Sementara itu, Kasubdit Sarana dan Prasarana, Direktorat Pengelolaan Persampahan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ujang Solihin Sidik atau yang akrab disapa Uso menuturkan, secara nasional KLHK telah meluncurkan SIPSN (Sistem Informasi Pengelolaan Sampah) untuk monitoring capaian kerja pengelolaan sampah, di mana melalui SIPSN diketahui bahwa dari target 100% pengelolaan sampah, capaian saat ini baru di angka 62,65% dari 289 Kabupaten/Kota yang terdaftar dalam SIPSN. Selain itu, data yang sama juga menunjukkan komposisi sampah didominasi oleh sampah organik, sedangkan persentase sampah plastik naik dua kali lipat dibanding 10 tahun yang lalu. Terkait hal ini, Uso menyampaikan perlunya penanganan yang lebih intensif.
 
Uso juga mengkategorikan proses pengelolaan sampah dari tahap upstream (pengurangan sampah), tahap midstream (pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan), dan tahap downstream (pemrosesan akhir sampah). Menurutnya, pengelolaan yang paling efektif dan ekonomis ialah pada bagian upstream yaitu mengurangi sampah dari hulu. “Seharusnya sebelum masuk ke proses pengumpulan, timbulan sampah dapat dipilah dan diolah terlebih dahulu dengan cara composting, daur ulang oleh produsen, atau pemanfaatan bank sampah. Tetapi nyatanya, masih banyak daerah yang langsung mengangkut timbulan sampah ke proses pengumpulan” tambahnya.
 
Menurut Uso, retribusi sampah dapat menjadi alternatif yang efektif untuk meningkatkan layanan persampahan pada tahap midstream. Hal ini dapat dicapai dengan beberapa langkah strategis seperti mengadvokasi kepala daerah dan legislatif, memberikan media KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) bagi masyarakat, serta menyusun payung hukum yang berisi besaran tarif retribusi, penarikan dan pemanfaatan hasil retribusi sampah.
 
Diskusi webinar kemudian dilanjutkan dan ditutup dengan tanya jawab serta sharing pembelajaran dari peserta. Seperti yang sudah disampaikan webinar ini diharapkan bukan hanya dapat memberikan informasi dan edukasi, bamun juga bisa menjadi motivasi dan inspirasi bagi daerah lainnya untuk pengelolaan sampah yang lebih baik, terutama yang terkait dengan retribusi sampah.