SNV, Pemerintah Daerah, dan YKWS Berkolaborasi Meningkatkan Layanan WASH pada Fasyankes di Kota Bandar Lampung dan Kota Metro

Dalam rangka mencapai target universal akses air minum, sanitasi dan kebersihan (hygiene) sesuai mandat di dalam Sustainable Development Goals (SDGs) 2030, berbagai upaya kolaborasi telah dilakukan oleh pemerintah bersama mitra pembangunan di Indonesia. Salah satu bentuk kolaborasi baik yang telah terbangun ialah antara SNV, SIMAVI, Yayasan Konservasi Way Putih (YKWS) dengan Pemerintah Kota Bandar Lampung dan Metro.
 
Kerja sama yang telah dimulai sejak bulan Maret 2021 ini bertujuan untuk mendorong peningkatan layanan air minum, sanitasi, dan hygiene (WASH) di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes). Sembilan puskesmas yang terpilih menjadi lokasi piloting menunjukan peningkatan layanan WASH yang signifikan pada akhir program di bulan Agustus 2022. Selanjutnya, untuk menjaring masukan dan tanggapan terhadap pembelajaran baik yang telah diperoleh, maka diadakan kegiatan “Workshop Diseminasi Hasil Program WASH di Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Kota Bandar Lampung dan Kota Metro” pada hari Rabu (24/08).
 
Kegiatan workshop ini dibuka oleh kata sambutan dari Direktur Eksekutif, Yayasan Konservasi Way Seputih (YKWS), Febrilia Ekawati. Dalam paparannya, Febrilia menjelaskan bahwa program ini merupakan hasil inisiasi bersama antara YKSW dengan pemerintah kota Bandar Lampung, didukung oleh SNV dan SIMAVI. “Program yang telah berjalan sejak bulan tahun 2021 ini bertujuan untuk meningkatkan layanan air minum dan sanitasi di fasilitas kesehatan secara inklusif. Saya berharap agar kedepannya, program ini dapat direplikasikan ke daerah lain, tidak hanya di fasyankes, namun di kantor-kantor layanan publik lainnya,” jelas Febri.
 
Melanjutkan yang disampaikan oleh Febrilia, SNV Country Director, Rizky Pandu Permana menyampaikan hasil survei dasar yang dilakukan SNV pada tahun 2018 dan 2021 mencatat bahwa 80% fasilitas kesehatan, termasuk puskesmas memiliki akses air minum dan sanitasi yang terbatas. Profil Layanan WASH di Fasilitas Kesehatan yang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan dan UNICEF pada tahun 2020 juga mencatat bahwa masih terdapat sekitar 25% puskesmas yang memiliki status layanan terbatas. Artinya masih terdapat toilet yang tidak terpisah berdasarkan jenis kelamin dan/atau tidak tersedia toilet untuk penyandang disabilitas. “Harapan kami, upaya inovasi dan kolaborasi ini dapat menggerakan aktor utama, termasuk masyarakat, agar dapat saling bertanggung jawab meningkatkan layanan WASH di puskesmas dan berkontribusi pada capaian akses WASH di tingkat nasional nantinya,” pungkas Rizky.
 
Kata sambutan selanjutnya disampaikan oleh Direktur Perumahan dan Kawasan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas, Tri Dewi Virgiyanti yang menyampaikan apresiasinya atas kolaborasi baik yang sudah terjalin antara pemerintah dan mitra pembangunan. “Untuk menyukseskan program dan target yang ada di tingkat pusat, tentunya kami tidak bisa bekerja sendiri, diperlukan kolaborasi dengan mitra-mitra pembangunan lainnya. Saya harapkan apa yang sudah dibangun bisa diinternalisasi dengan program yang sudah ada di daerah, dan nantinya dapat direplikasi ke daerah lain,” jelas Virgi.
 
Selanjutnya Virgi menjelaskan bahwa capaian dan target WASH Indonesia, yang jika dibandingkan dengan negara tetangga lainnya, masih jauh tertinggal. Menurut Virgi, tantangan utama meliputi penyediaan infrastruktur, alokasi pendanaan, kelembagaan, regulasi, demand masyarakat, sampai ke peningkatan jumlah penduduk dan perubahan iklim. Hal ini tentunya dapat berdampak negatif pada kesejahteraan masyarakat, sehingga diharapkan dapat diperkuat di kemudian hari.
 
“Untuk memperbaiki hal ini tentunya hal yang harus kita lakukan ialah meningkatkan layanan akses yang belum mencapai standar aman, integrasi indikator dan definisi operasional, serta koordinasi dengan seluruh lembaga terkait untuk pengembangan pendataan. Perlu dipastikan juga agar akses air minum di puskesmas sudah tersambung ke layanan perpipaan melalui PDAM, dan untuk sanitasinya sudah terlayani sedot tinja terjadwa,” tambah Virgi.
 
Menyoal terkait kondisi WASH dan fasyankes di tingkat global, National Consultant, World Health Organization, Itsnaeni Abbas memaparkan data Join Monitoring Program (JMP) dari UNICEF dan WHO. “Data global terbaru dari JMP pada tahun 2019 menunjukan bahwa 1 dari 10 fasyankes tidak memiliki sarana sanitasi, 1 dari 3 fasyankes tidak memiliki sarana kebersihan tangan, serta 1 dari 3 tidak memiliki sistem pemilahan sampah. Data ini diambil dari 140 negara, dengan 473 sumber data yang berbeda,” jelasnya.
 
Lebih lanjut, Itsnaeni menyampaikan bahwa UNICEF dan WHO telah meluncurkan tools WASH FIT (Water Sanitation and Hygiene for Facility Improvement Tools) pada tahun 2018, yang dapat mengakses kondisi layanan WASH di fasyankes Indonesia. Hasil asesmen ini diharapkan dapat digunakan sebagai landasan untuk mengembangkan layanan WASH kedepannya. “Saya harapkan kolaborasi- kolaborasi yang sudah ada saat ini dapat terus dikembangkan, dan nantinya dapat bermanfaat bagi seluruh pihak,” jelas Itsnaeni.
 
Sepaham dengan pentingnya kolaborasi, Direktur Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan, Dr. Anas Ma'ruf menegaskan bahwa upaya kesehatan lingkungan tidak dapat dilakukan salah satu pihak saja, sehingga perlu kolaborasi antar kementerian/lembaga tentunya. Terkait data global fasyankes yang disampaikan sebelumnya, Anas kemudian membandingkan dengan kondisi fasyankes di Indonesia, “Saat ini di Indonesia terdapat 14,7% fasyankes yang tidak memiliki layanan dasar air minum, dan 0,82% tidak memiliki layanan dasar sanitasi, dan 2,9% tidak melakukan pengelolaan sampah,” pungkasnya.
 
Sehubungan dengan hal ini, Anas menyampaikan bahwa dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 dan No. 46 Tahun 2019, sudah jelas disampaikan bahwa prasarana air minum, sanitasi dan higienitas harus dipenuhi kebutuhannya. “Saat ini kami juga sudah menyiapkan peta jalan air minum dan sanitasi, serta pengelolaan limbah di puskesmas untuk tahun 2021-2030. Peta jalan ini mencangkup 7 strategi utama untuk memperkuat fasilitas kesehatan WASH,” jelasnya.
 
Kegiatan workshop ini kemudian dilanjutkan dengan sesi pemaparan hasil baseline dan endline dari 21 indikator yang ada, serta pemaparan dari perwakilan Puskesmas yang menjadi lokasi piloting program. Hal ini mendapat tanggapan dan masukan dari peserta yang hadir secara daring dan luring. Kegiatan kemudian ditutup dengan pembahasan mengenai kebijakan replikasi WASH di fasyankes di Kota Bandar Lampung dan Kota Metro.