USAID IUWASH PLUS Bersama Pemerintah Pusat Adakan Bincang Bincang Media Terkait Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun di Indonesia

Ketersediaan akses Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) masih menjadi tantangan bagi Pemerintah Indonesia, dimana 25% dari populasi atau 64 juta orang Indonesia tidak memiliki akses ke sarana yang memadai. Padahal, ketersediaan akses CTPS sangat penting untuk mendorong perubahan perilaku higiene masyarakat, khususnya di tempat umum seperti sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan. Sehubungan dengan hal ini USAID IUWASH PLUS bersama Kementerian Kesehatan dan Kementerian PPN/Bappenas mengadakan kegiatan Workshop “Beraksi Bersama Untuk Membuat Cuci Tangan Pakai Sabun Nyata Bagi Semua” pada hari Kamis (14/10/21).
 
Dalam sesi pembuka. Direktur Kesehatan Lingkungan, Vensya Sitohang memaparkan bahwa ketersediaan akses terhadap air dan sanitasi merupakan hak dasar manusia, terlebih dalam kondisi pandemi ini dimana CTPS dengan air mengalir merupakan salah satu tindakan utama untuk mencegah terjangkitnya penyakit COVID-19 dan penyakit berbasis infeksius lainnya. “Cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir tidak hanya dilakukan pada kondisi pandemi saja, namun setiap saat, dimana terbukti bahwa perilaku CTPS dapat menurunkan kejadian diare sebesar 30% dan ISPA sebesar 20%. Dua penyakit ini merupakan dua penyebab terbesar kematian balita di dunia” jelasnya.
 
Vensya juga menambahkan bahwa untuk mewujudkan perilaku CTPS yang baik, maka perlu kerja sama dengan seluruh komponen masyarakat, mulai dari Kementerian/Lembaga, organisasi, dan seluruh mitra pembangunan “Dalam momentum HCTPS tahun ini, kami juga mengadakan kegiatan lintas K/L, organisasi, profesi masyarakat di 10,000 lokus untuk bersama sama membuat video edukasi tentang cara CTPS yang baik dan benar. Harapannya melalui kegiatan ini, perilaku CTPS dapat lebih digalakkan lagi” jelasnya.
 
Behaviour Change and Marketing Advisor, USAID IUWASH PLUS, Ika Fransisca turut menyampaikan beberapa hasil studi formative yang dilakukan USAID IUWASH PLUS tahun 2017 – 2018 kepada 3.458 rumah tangga B40 di 15 Kabupaten/kota. Hasil studi menyatakan bahwa 67% rumah tangga sama sekali tidak melakukan praktik CTPS, dan 12% dari 33% yang mempraktikan CTPS di minimal 1 waktu menyatakan melalukan CTPS sebelum memberi makan balita. “Padahal dari hasil riset yang ada, persepsi masyarakat menyatakan bahwa CTPS penting dilakukan, namun pada perilakunya belum maksimal, sehingga ada gap antara pengetahuan dengan praktik perilaku CTPS” jelasnya.
 
Berbagai upaya telah dilakukan oleh USAID IUWASH PLUS, salah satunya ialah melalui gerakan tetangga panutan, dimana menurut Ika tetangga dapat berperan sebagai motivator bagi perubahan perilaku di lingkungan/ peer pressure, serta tetangga juga dapat menjadi tempat bertanya apabila terjadi masalah atau ada pertanyaan lainnya. “Selain tetangga panutan, kami juga mengembangkan berbagai mekanisme keterlibatan masyarakat / Citizen Engagement Mechanism (CEM), dimana melalui mekanisme ini kami dapat bersama sama berkembang dengan masyarakat” jelasnya.
 
Menambahkan yang disampaikan oleh Ika, C4D (Communication for Development) Specialist, UNICEF, Risang Rimbamatja menyampaikan  hasil riset yang dilakukan di 6 kota besar pada kuartal II tahun 2020. Dari 2000 sample yang diambil, disimpulkan bahwa komunikasi COVID-19 membantu peningkatan perilaku CTPS di masyarakat, dan jika dibandingan dengan formatif riset yang dilakukan oleh USAID IUWASH PLUS, maka dari 33% masyarakat yang melakukan CTPS hanya 5% ibu rumah tangga yang melalukan CTPS di 5 waktu penting.
 
”Walaupun dalam COVID-19 ini promosi CTPS ini ikut terangkat, namun pertanyaannya apakah hal ini dapat terus berlanjut. Selain itu, paradigma preventif di masyarakat juga perlu dirubah. Banyak masyarakat masih melihat diare sebagai penyakit yang biasa saja bahkan ada yang melihat bahwa diare dapat menambah kekebalan anak terhadap penyakit. Padahal penyakit diare merupakan penyebab utama kejadian stunting di Indonesia”
 
Sebagai bentuk upaya, Risang menyampaikan bahwa perlu dilakukan promosi dua arah, tidak hanya top-down saja, namun perlu dilakukan komunikasi yang partisipatif. Selain itu, diperlukan juga penguatan terhadap kader dan komunikator di masyarakat untuk menjamin keberlanjutan perubahan perilaku di masyarakat.
 
Kegiatan bincang media hari ini juga turut ditanggapi oleh Sanitarian Puskesmas Sangkrah, Kota Surakarta, Andi Nurul Alsi. Dalam tanggapannya, Alsi menyampaikan berbagai kegiatan promosi yang telah dilakukan dirinya bersama teman-teman sanitarian lainnya “Sebelum pandemi COVID-19, kami sering melakukan kegiatan kampanye CTPS secara langsung, namun sekarang kampanye kami lakukan secara daring. Sasaran kami ialah masyarakat umum, anak-anak usia sekolah dasar, kader kesehatan, pengunjung puskesmas, sampai ke komunitas pasar dan komunitas terminal/ stasiun” jelasnya
 
Alsi juga menyampaikan bahwa media promosi CTPS yang ia dan teman- teman sanitarian lainnya gunakan ialah sticker, leaflet/ selebaran, video dan juga konten- konten yang diunggah melalui media sosial. “Kami juga mengajak mitra-mitra promosi seperti tim monev, RT/RW, Karang Taruna, dan juga PKK Posyandu agar promosi CTPS dapat lebih luas lagi” tambahnya.
 
Selain Alsih, pengalaman promosi kegiatan CTPS lainnya juga dilakukan oleh Tim Monev, Tunjung Sekar, Kota Malang, Yeni. Dalam paparannya, Yeni menyampaikan bahwa di Tunjung Sekar sudah ada Kampung Sensasi (Sehat & Nyaman Sanitasi) yang didirikan sejak tahun 2019 dan terdiri dari 85 Kepala Keluarga. Pada keseharian di Kampung Sensasi, selalu ada perwakilan dari Puskesmas yang melakukan sosialisasi STBM bersama kader kader masyarakat.
 
“Setiap Sabtu pada minggu ketiga dan keempat kami melakukan sosialisasi CTPS untuk ibu-ibu dan balita, dan juga kegiatan menggambar bersama anak-anak setiap dua kali dalam sebulan untuk terus menjaga agar perilaku CTPS ini terus berlanjut. Selain itu, pada perayaan HCTPS tahun lalu, perwakilan warga dari seluruh RT melakukan praktik CTPS, dan dari kegiatan ini dampaknya cukup besar, dimana semua RT berusaha agar setiap satu rumah tersedia satu fasilitas CTPS. Untuk perayaan HCTPS besok kami juga akan melalukan sosialisasi  CTPS langsung kepada warga” jelas Yeni.
 
Kegiatan bincang media ini ditutup dengan tanya jawab antar peserta media  dan para narasumber. Harapannya, keterlibatan media dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya perilaku CTPS dalam menjaga kesehatan masyarakat secara kolektif dan bukan hanya individu saja. Kegiatan puncak perayaan HCTPS akan diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan pada hari Jumat 15 Oktober melalui acara tahunan STBM Award.