Wonogiri Alihkan Tenaga Sanitarian untuk Isu Persampahan

WONOGIRI — 22 Januari 2019

Pasca sukses mencapai status ODF pada akhir tahun 2017, Kabupaten Wonogiri sigap mengalihkan fungsi tenaga Sanitarian dari isu BABS ke isu persampahan.

Sebagai bagian dari pemenuhan pilar ke-4 STBM, selama setahun terakhir Kabupaten Wonogiri telah melancarkan tenaga Sanitarian untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang perubahan perilaku terkait persampahan ke masyarakat. Masing-masing mengemban misi mendorong terbangunnya Bank Sampah, serta mengurangi praktik pembakaran sampah di setiap desa & kelurahan.

Desember 2018 lalu, Dinas Kesehatan Kabupaten Wonogiri menggelar rapat koordinasi dan evaluasi atas upaya tenaga Sanitarian untuk bidang persampahan. Proses 'brainstorming' dalam rapat koordinasi ini dipandu oleh ProSDA Jawa Tengah Urban Sanitarian Development Program (USDP).

Seorang tenaga Sanitarian dapat menangani kurang lebih 6 hingga 10 desa/kelurahan, tergantung kondisi dan luas wilayahnya. Untuk memicu refleksi dan diskusi, masing-masing tenaga Sanitarian diminta untuk mengisi formulir monitoring pengelolaan sampah. Di lembar isian ini, tenaga Sanitarian melengkapi data-data berupa jumlah bank sampah yang terbentuk, masih ada/tidaknya kebiasaan membakar sampah, jumlah KSM yang terbentuk, dan sebagainya. Pembelajaran bersama para sanitarian dikemas dalam diskusi kelompok dengan tema bahasan berupa permasalahan dalam pemicuan sampah, dukungan yang diperlukan dalam pengelolaan sampah, model & alat bantu pemicuan yang pernah digunakan, serta upaya yang telah & akan dilakukan dalam pemicuan sampah.

Metode penyuluhan & pemicuan tenaga Sanitarian secara umum masih berpegang pada prinsip ‘menimbulkan rasa jijik’. Secara spesifik, metode yang digunakan masih bervariasi & bergantung pada kreativitas masing-masing Sanitarian. Berbeda dengan saat pemicuan untuk ODF, belum ada formula penyuluhan yang menjadi standar nasional untuk bidang persampahan.






Kepala Seksi Kesling-Kesjaor Dinas Kesehatan Wonogiri Purwadi mengakui, Kementerian Kesehatan belum memberikan arahan yang spesifik terkait penyuluhan persampahan.

"Ya kita pokoknya melangkah aja. Melangkah aja sesuai dengan kemampuan kita, keberadaan kita di Wonogiri," ujar Purwadi. "Memang belum sampai [ada metode] yang melembaga. Karenanya, [tenaga Sanitarian] terus berproses dengan masyarakat."

Demi pemicuan ini, Dinas Kesehatan Wonogiri menganggarkan Dana BOK sebesar Rp 7,5juta/desa. Untuk seluruh 294 desa di Kabupaten Wonogiri, total anggarannya mencapai kurang lebih Rp2M.

Rapat koordinasi pada Desember 2018 lalu pun sekaligus berfungsi menghimpun pembelajaran dari berbagai daerah. Dari rapat tersebut ditemukan, bahwa salah satu kesadaran paling mendasar yang bisa ditanamkan adalah untuk menghilangkan kebiasaan membakar sampah.

"Mereka kan, selama ini buang sampahnya banyak yang dibakar. Karena kita kan penyuluhan, 'yo jangan dibakar'. Saya bilang begitu," ujar Trisni, Sanitarian untuk wilayah Kecamatan Wonogiri II. Di samping itu, Trisni juga turut mengajarkan cara membuat Pupuk Organik Cair (POC) dan memberikan stimulasi tempat untuk membuat komposter.

Menurut Kasi Kesling-Kesjaor Dinkes Wonogiri Purwadi, metode pengolahan ini masih terhitung sederhana. Nantinya, untuk teknologi pengolahan sampah yang lebih lanjut, peran Dinas Lingkungan Hidup sangatlah dibutuhkan.

"Dinkes itu sebetulnya tugasnya adalah di perubahan perilaku. Karena kami di Dinas Kesehatan itu, para sanitarian, para petugas kesehatan, diberikan ilmu tentang perilaku. Baru nanti LH itu, teknologinya," jelas Purwadi. "Teknologi tepat guna itu juga sebenarnya teman-teman juga punya, tapi paling sederhana. Dan nanti di tingkat lanjut, mestinya di LH."

***