Kejar Target 2024 Bidang Perumahan, Air Minum, dan Sanitasi, Pemerintah Daerah Tingkatkan Inovasi Melalui Aksi Kolaborasi

Mengejar target akses universal yang diamanatkan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) 2030 bidang perumahan, air minum, dan sanitasi, pemerintah Indonesia terus berupaya melakukan berbagai strategi pembangunan, salah satunya adalah dengan internalisasi target global dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) periode 2020- 2024. Dalam pelaksanaannya, tentunya dibutuhkan komitmen serta inovasi dan kolaborasi yang kuat dari tingkat pemerintah pusat sampai ke pemerintah daerah. Hal ini penting karena laju pertumbuhan penduduk yang pesat jika tidak diikuti dengan penyedia akses layanan yang tepat, maka dapat berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan masyarakat di masa mendatang.
 
Berangkat dari hal ini, pada sesi ketiga kegiatan Rapat Koordinasi Pokja PPAS Nasional Tahun 2022 yang dilaksanakan pada hari Kamis (2/12), Direktorat Perumahan dan Kawasan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas berkesempatan mengundang perwakilan dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Provinsi Kalimantan, Pemerintah Kota Dumai, serta Pemerintah Kabupaten Banyumas. Para narasumber kemudian berbagi cerita menarik mengenai inovasi-inovasi yang telah mereka lakukan untuk mengejar target yang telah ditetapkan.
 
Cerita menarik pertama dimulai dari Provinsi Jawa Tengah yang berhasil menyediakan rumah layak huni untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) melalui program OPTiMiS (Omah Panel Tingkat Milik Sejahtera). Kepala Bidang Perumahan, Dinas PRKP Provinsi Jawa Tengah, Sri Wiharananto bercerita bahwa program OPTiMiS ini menyasar masyarakat miskin yang belum memiliki rumah, atau yang rumahnya terdampak bencana, maupun terkena relokasi program pemerintah.
 
Melalui kerjasama yang dilakukan, program OPTiMiS dapat memberikan bantuan sebesar 50 juta rupiah untuk pembelian material bangunan, dan 1,8 juta untuk upah tenaga padat karya. Bantuan akan diberikan melalui pelaksanaan bansos barang menggunakan metode swakelola Pokmas.
 
Lebih lanjut, Sri juga menceritakan bahwa dalam setiap kegiatan yang dilakukan perlu melibatkan multi pihak lintas sektor, “Kolaborasi mutlak dilakukan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dimana setiap pihak memiliki peran dan tugasnya masing- masing untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama,” jelas Sri. Salah satu bentuk nyata kolaborasi yang pernah dilakukan ialah pada pilot project di Komunitas Desa Dukuhturi, Kecamatan Bumiayu yang melibatkan lebih dari lima sektor secara aktif. 
 
Cerita menarik selanjutnya datang dari Kota Dumai yang mampu menekan biaya air menggunakan teknologi Hollow Fiber Nano Filter (HFNF). Direktur PDAM Tirta Dumai Bersemai, Agus Adnan menceritakan awal mula Kota Dumai menggunakan teknologi HFNF karena lokasi Kota Dumai yang terletak di pesisir pantai, sehingga sumber air baku yang tersedia hanya dari air gambut dan rawa. Hal ini membuat pengelolaan air baku cukup sulit dan membutuhkan anggaran yang cukup tinggi. Situasi ini sempat menyebabkan penduduk Kota Dumai mengalami kesulitan air pada tahun 2014 silam.
 
Agus mengaku bahwa berbagai upaya telah dilakukannya, salah satunya melalui teknologi Sea Water Reverse Osmosis (SWRO) untuk memisahkan kadar garam  yang ada di dalam air baku. Namun upaya ini juga ternyata sulit dijalankan karena operational cost yang cukup tinggi.
 
Tantangan ini pada akhirnya bisa terjawab melalui program kerjasama antara Kota Dumai dan NUWSP untuk membangun SPAM dengan teknologi HFNF. Teknologi ini memiliki filtrasi dengan ukuran pori membran mencapai 1000 dalton, yang mampu menyaring kandungan molekul, sehingga menghasilkan air yang sesuai dengan baku mutu yang disyaratkan. Penggunaan teknologi ini juga terbilang lebih terjangkau, karena HFNF tidak menggunakan bahan kimia, sehingga tidak ada limbah B3 yang dihasilkan. Selain itu kebutuhan listrik dan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dibutuhkan juga lebih sedikit, sehingga mampu menekan biaya operasional.
 
“Pembangunan SPAM menggunakan teknologi Hollow Fiber Nano Filter berhasil menekan biaya air yang semula mencapai Rp 11.000,- per liter menjadi Rp 5.560,- per liter” jelas Agus.
 
Guna memanfaatkan semua infrastruktur yang telah terbangun, Agus kemudian memadukan operasional SPAM yang dibangun secara konvensional dan juga yang menggunakan teknologi HFNF. Hal ini juga dilatarbelakangi, karena teknologi HFNF tidak mampu mengelola air baku yang terlalu keruh.
 
Berbeda dengan yang dilakukan oleh Agus, Kasi Perencanaan Bidang Cipta Karya, Dinas PUPR PERA Provinsi Kalimantan Timur, Rahmat Ramadhan memilih untuk mengaktifkan Kelompok Kerja (Pokja) untuk meningkatkan pendanaan untuk penyediaan akses air minum dan sanitasi aman di daerahnya. Rahmat bersama rekan-rekannya berhasil menginisiasi kegiatan Multi Level Socialization (MLS) antar pokja yang menggunakan pendekatan secara informal untuk menumbuhkan rasa kepemilikan dan tanggung jawab bersama.
 
Kegiatan dalam MLS pun terbilang cukup beragam, dimulai dari kegiatan ngopi santai bareng Pokja Provinsi, sampai kegiatan-kegiatan unik seperti NgeZoom Santuy bahas AMPL dan NgeBolang bareng Pokja AMPL. Kegiatan – kegiatan ini ditujukan untuk meningkatkan motivasi, agar dapat menemukan solusi- solusi inovatif dalam menjawab permasalahan yang ada di daerahnya.
 
“Kegiatan dalam kepokjaan tidak harus selalu dalam bentuk formal, perlu juga dilakukan secara informal. Salah satu contoh hal baik yang dihasilkan dari pokja yang aktif ialah munculnya kegiatan- kegiatan baru melalui anggaran kab/kota yang dapat menjawab permasalahan di daerah tersebut” ungkap Rahmat.
 
Sesi sharing kemudian ditutup oleh cerita terakhir yang datang dari Kabupaten Banyumas, dimana mereka berhasil menekan timbulan sampah melalui peran aktif Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kabupaten Banyumas, Junaidi menceritakan bahwa inovasi yang mereka lakukan diinisiasi dari kondisi darurat sampah yang sempat dialami Kabupaten Banyumas pada tahun 2018. Kondisi ini terbilang cukup serius, pasalnya warga terpaksa menutup TPA yang ada karena longsor, dan pencemaran air lindi ke sumber air baku bagi warga.
 
Berangkat dari hal ini, Kabupaten Banyumas kemudian membentuk gerakan Sumpah Beruang (Sulap Sampah Berubah Uang) yang memiliki 5 pilar utama kegiatan, antara lain (a) pengolahan sampah dari hulu ke hilir, (b) pemanfaatan aplikasi Salinmas dan Jeknyong untuk pemilahan sampah, (c) pelibatan Kelompok Swadaya Masyarakat, (d) pengolahan sampah menjadi produk, serta (e) penentuan retribusi sampah berdasarkan kesepakatan.
 
Gerakan Sumpah Beruang memberikan hasil yang cukup signifikan, dimana pada tahun 2022 hanya tersisa 20 truk sampah yang beroperasi dari total 143 truk di tahun 2019. Saat ini juga sudah terbentuk 45 KSM dan 29 TPST/TPS3R/ PDU  yang berhasil menyerap sejumlah 1.500 karyawan. Dengan menurunnya timbulan sampah secara drastis, Kabupaten Banyumas saat ini telah mencapai 85% pengurangan sampah dan 15% penanganan sampah.