40 Daerah Siap Tuntaskan Sampah Dengan Kolaborasi Program ISWMP

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat bahwa setiap harinya Indonesia menghasilkan sekitar 175.000 ton sampah, dimana 35% diantaranya belum berhasil terkelola dengan baik. Implikasi dari kondisi ini pun cukup serius, pasalnya tidak semua jenis sampah dapat terurai dengan cepat. Contohnya, sampah botol plastik yang membutuhkan waktu hingga ratusan tahun untuk dapat terurai. 
 
Melihat hal ini, pemerintah terus melakukan upaya percepatan penanganan melalui berbagai kolaborasi program dengan mitra lembaga dan swasta. Salah satu bentuknya ialah program Improvement of Solid Waste Management (ISWM) yang berhasil menjaring minat dari 40 kepala daerah. Dalam implementasinya, tentu dibutuhkan komitmen serta kesiapan dari  setiap  daerah yang dibuktikan melalui dokumen readiness criteria. Terkait ini, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengadakan kegiatan workshop selama dua hari secara hybrid dengan mengundang perwakilan daerah yang terpilih. Ketua CPMU ISWMP, Sandi, mengharapkan workshop ini dapat membantu daerah untuk menentukan strategi pengelolaan sampah yang lebih baik kedepannya. 
 
Kegiatan dibuka langsung oleh Direktur Jenderal Cipta Karya, Kementerian PUPR, Diana Kusumastuti yang menyampaikan harapannya agar kab/kota yang terpilih dapat menjadi wilayah percontohan bagi kabupaten/kota yang lain. Menurut Diana, hal ini perlu didukung bersama karena saat ini dana loan/pinjaman dari Bank Dunia sudah tersedia, sehingga harus dilakukan banyak percepatan dalam pengelolaan sampah. Selain itu, Diana juga mengharapkan agar program ISWMP ini dapat diterapkan dengan komitmen yang kuat serta menggunakan pendekatan terpadu yang meliputi lima aspek utama yaitu kelembagaan, pendanaan, regulasi infrastruktur, serta peran serta masyarakat, “Dibutuhkan kolaborasi serta  komitmen yang kuat dari pemerintah pusat sampai ke  pemerintah daerah untuk membangun pengelolaan sampah yang lebih baik dan tidak terkotak kotak,” jelasnya. 
 
Diana juga menegaskan bahwa  sampah yang tidak dikelola dengan baik akan berimplikasi pada penurunan derajat kesejahteraan masyarakat. Menurut Diana, salah satu penyebabnya adalah mekanisme operasional yang tidak sesuai, serta pendanaan yang terbatas, “Banyak daerah yang TPA nya tercatat menggunakan sistem sanitary landfill, namun  ternyata masih melakukan praktik open dumping. Hal ini tentunya perlu dibenahi bersama,” tambahnya.
 
Menyoal terkait dampak sampah yang tidak dikelola, Direktur Penanganan Sampah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dr Novrizal Tahar menyampaikan terkait skenario target- target pengelolaan sampah serta kaitannya dengan implikasi peningkatan gas emisi rumah kaca, “Pada tahun 2025 diharapkan kita sudah harus mencapai 100% pengelolaan sampah dan juga 70% pengurangan sampah plastik ke laut. Kemudian di tahun 2030, kita juga memiliki target menurunkan gas rumah kaca yang sudah tertuang di dalam Nationally Determined Contribution (NDC),” jelasnya.
 
Sehubungan dengan hal ini Novrizal menegaskan bahwa perlu penanganan sampah yang lebih baik, khususnya di TPA yang berpotensi menghasilkan emisi gas rumah kaca dalam bentuk gas metana (CH4) yang cukup besar. Novrizal memaparkan bahwa CH4 21 kali lipat lebih berbahaya dari CO2, sehingga diharapkan agar pemerintah daerah dapat mendorong TPA untuk tidak melakukan praktik open dumping
 
Sebagai upaya solusi, Novrizal kemudian menjelaskan terkait pendekatan less landfill policy yang mencangkup penerapan gaya hidup minim sampah, peningkatan recycling rate, Material Recovery Facility (MRF) dan juga industrialisasi pengelolaan sampah yang dapat menghasilkan fertilizer, electricity, RDF, dan juga biogas.
 
Sepaham dengan yang disampaikan oleh Diana dan Novrizal, Plt. Deputi Bidang Sarana dan Prasarana, Kementerian PPN/Bappenas, Rudy S. Prawiradinata juga menyampaikan harapannya agar kab/kota yang terpilih dapat segera menyiapkan dan memastikan kriteria kesiapan agar nantinya pembangunan pengelolaan persampahan dapat dimanfaatkan dengan maksimal. Lebih lanjut, Rudy juga menjelaskan prinsip-prinsip pengembangan pengelolaan sampah yang tertuang dalam platform pengelolaan sampah ISWMP, yaitu sistem pengelolaan terintegrasi dari hulu ke hilir, pembentukan kelembagaan yang kuat, kampanye perubahan perilaku, penetapan tarif berbasis Full Cost Recovery (FCR), pengelolaan sampah yang menitikberatkan pada pengurangan dan pengolahan sejak dari sumber, penerapan pendekatan teknologi yang tepat, perencanaan yang komprehensif sampai ke penegakan hukum yang perlu dilakukan secara konsisten.
 
Sesi sambutan selanjutnya disampaikan oleh Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintah Daerah I, Edison Siagian. Dalam paparannya, Edison menegaskan bahwa pengelolaan sampah seharusnya sudah menjadi tanggung jawab daerah. Hal ini berarti, perlu pendanaan yang lebih optimal untuk penanganan sampah di skala provinsi maupun kab/kota yang lebih baik. Selain pendanaan, Edison juga menyampaikan hal lain yang tak kalah pentingnya yaitu terkait kelembagaan dan regulasi yang dapat menunjang sistem pengelolaan sampah di daerah.
 
“Diharapkan pemerintah daerah dapat menyesuaikan model kelembagaan pengelolaan sampah di daerah sesuai dengan beban kerja masing-masing. Opsi bentuk kelembagaan yang dapat dipilih antara lain, UPTD, BLUD atau pengembangan menjadi BUMD. Selain itu, diperlukan juga regulasi-regulasi yang mendukung seperti Perda Pengelolaan Sampah, atau Perda/Perkada terkait retribusi sampah sebagai dasar daerah dalam melakukan pengelolaan,” jelasnya.
 
Lebih lanjut, untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan sampah, Edison juga menghimbau agar daerah dapat berinovasi melakukan kerjasama dengan pihak ketiga. Namun, sebelumnya perlu dilakukan identifikasi terkait bentuk dukungan pendanaan, opsi teknologi, serta mekanisme kerjasama daerah. 
 
Menyoal terkait infrastruktur, Asisten Deputi Pengelolaan Sampah dan Limbah, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Rofi Alhanif berpendapat bahwa daerah perlu mengoptimalkan infrastruktur yang sudah dibangun, karena sampai saat ini masih terdapat 35% TPS3R terbangun yang tidak beroperasi, serta 13% TPST yang dikelola pemda yang tidak beroperasi. Terkait ini, Rofi mendorong agar pemerintah daerah dapat memaksimalkan infrastruktur yang ada, serta menerapkan inovasi-inovasi teknologi pengelolaan sampah dari hulu yang sudah terbukti baik seperti di Kota Cilacap, Banyumas dan Bali.
 
Sesi sambutan dan paparan kemudian ditutup dengan penyampaian gambaran program ISWMP oleh Direktur Sanitasi, Kementerian PUPR, Tanozisochi Lase. Dalam paparannya, Tanozisochi menyampaikan terkait landasan hukum dan juga capaian pengelolaan sampah yang masih berada pada angka 65%. Tanozisochi juga menyampaikan bahwa program ISWMP telah mengusung konsep ekonomi sirkular dengan membangun model skala terbatas untuk perluasan pada sistem yang lebih masif di skala kab/kota. Sistem ini akan memastikan bahawa pengelolaan sudah terpadu dari hulu ke hilir, kesiapan APBD, kesiapan kelembagaan, regulasi dan masyarakat skala kawasan.