Aksi Nyata, Kolaborasi USAID IUWASH PLUS Dengan Pemerintah Indonesia Dalam Meningkatkan Target Capaian Selama 5 Tahun Terakhir di Jawa Barat

Menandai 5 tahun pelaksanaan program di provinsi Jawa Barat, USAID IUWASH PLUS bersama dengan Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan dan mitra lainnya mengadakan diskusi “Tantangan Pembangunan Air Minum dan Sanitasi di Jawa Barat dan Upaya Daerah Mengatasi Tantangan dan Menuju Kemandirian Air Minum, Sanitasi, dan Perilaku Higiene yang Berkelanjutan”. 

Dalam sambutannya, Direktur Perumahan dan Permukiman Kementerian PPN/Bappenas, Tri Dewi Virgiyanti kembali menekankan pentingnya kesadaran milik bersama, sekaligus pentingnya berbagai aspek yang saling berkaitan dalam pencapaian akses sanitasi dan air minum aman dan layak. 

“Memang dalam urusan air minum dan sanitasi, infrastruktur itu penting tapi dia tidak bisa berdiri sendiri. Ada 4 hal lainnya yang juga harus dipenuhi, yang pertama edukasi masyarakat untuk menimbulkan kebutuhan, kedua kelembagaan kapasitas pengelola yang harus baik, dan ketiga itu harus diatur dalam regulasi yang tepat, kemudian yang keempat adalah pendanaan atau pembiayaan dan satu lagi semua ini harus dirangkai dalam perencanaan yang komprehensif,” jelasnya dalam sesi sambutan.

Sejalan dengan itu, Direktur Lingkungan Hidup USAID Indonesia, Brian Dusza juga menyampaikan “Akses air minum dan sanitasi sangat penting untuk meningkatkan standar hidup dan mendukung masyarakat yang sehat dan tangguh. Sayangnya, perubahan iklim mengancam ketersediaan dan kualitas air baku bagi masyarakat. Oleh sebab itu, USAID IUWASH PLUS bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia di 35 kota dan kabupaten untuk meningkatkan akses air minum dan sanitasi yang aman serta memperbaiki perilaku higiene di masyarakat.” Ucapnya dalam memberikan keynote speech.

“Dengan berkolaborasi, hasil kerja sama kita memberikan akses air minum bagi masyarakat lebih dari 280,000 orang, termasuk 45,000 orang dari masyarakat berpenghasilan rendah, dan akses sanitasi aman sebanyak 73,000 orang di lima kota dan kabupaten, yaitu kota Bogor, Depok dan Bekasi, serta Kabupaten Bogor dan Karawang,” imbuhnya. 

Selanjutnya, berdasarkan paparan Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman Provinsi Jawa Barat, Boy Imam Nugraha, data sensus penduduk BPS tahun 2020 menunjukkan jumlah penduduk Jawa Barat mencapai 48.274.161, atau yang terbesar di Indonesia. Di satu sisi, populasi ini menjadi potensi, antara lain dalam hal kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan Penanaman Modal Asing (PMA). Namun, di sisi lain juga bisa menjadi tantangan. Hal ini juga ditegaskan oleh Virgi, "Jawa Barat ini karena jumlah penduduknya paling besar, jadi walaupun persentasenya kecil, misal BABS 2,8 persen, dari sisi absolut sudah sangat besar," terangnya.

Boy juga menekankan pentingnya sinergi dan komitmen baik dari pemerintah tingkat provinsi maupun kabupaten/kota untuk menjaga keberlanjutan dari dampak yang telah dihasilkan program.
 
Di penghujung sambutan, Boy menyampaikan terima kasihnya, “Jawa Barat sangat mengapresiasi program yang dijalankan oleh USAID khususnya IUWASH PLUS dan Kementerian PPN/Bappenas untuk dukungannya terhadap perkembangan yang terjadi di Jawa Barat,” ucapnya.

Acara dilanjutkan ke sesi talk show dengan topik “Tantangan Pembangunan Air Minum dan Sanitasi di Jawa Barat dan Upaya Daerah Menuju Kemandirian Air Minum, Sanitasi, dan Perilaku Higiene yang Berkelanjutan.”

Sesi talk show dibuka oleh Kepala Bagian Produksi Perumda Air Minum Tirta Kahuripan Kabupaten Bogor, Tedi Permadi, menceritakan bagaimana pihaknya memenuhi kebutuhan air minum daerah dengan penduduk terbanyak di Jawa Barat. “Perumda Air Minum Tirta Kahuripan Bogor telah memanfaatkan tiga sumber air baku yang berada di Kabupaten Bogor yaitu air permukaan atau sungai, mata air, dan sumur bor dengan total kapasitas terpasangan yaitu 2.150 L/detik.” Ungkapnya.

Selanjutnya Tedi menyampaikan untuk mencapai pelayanan air minum layak bagi masyarakat di Kabupaten Bogor, Perumda Tirta Kahuripan Bogor telah membentuk delapan capang pelayanan yang berada di wilayah Leuwiliang, Ciomas, Parung Panjang, KD. Halang, Cileungsi, Ciawi, Cibinong, dan Jonggol.

Di sisi lain, Tedi menjelaskan program kegiatan untuk mencapai target air minum aman terbagi menjadi dua program, pertama program optimalisasi dan rehabilitasi yang meliputi pembuatan sumur resapan, peningkatan kualitas pelayanan dan kapasitas produksi air minum, meningkatkan tekanan dan kontinuitas aliran air, penurunan konsumsi energi, dan penambahan sambungan baru. Kedua, menjalankan program pengembangan pada kualitas, kuantitas, dan kontinuitas pelayanan baik di daerah yang sudah terdapat pelayanan air minum dan terhadap daerah-daerah baru yang belum mendapatkan pelayanan air minum yang dimana sumber pendanaan yang digunakan berasal dari APBN (Cipta Karya dan SDA), APBD, Perumda Air Minum Tirta Kahuripan dan pihak ketiga.

Selanjutnya Kepala Seksi Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang, Dwi Teguh Wibowo menyampaikan  tantangan yang dihadapi di daerahnya. “Karena dengan kondisi geografis yang berbeda-beda mulai dari wilayah pegunungan, daratan, sampai pesisir membuat membuat karakter budaya dan perilakunya pun itu juga sangat berbeda sehingga untuk memunculkan perubahan perilaku kami membutuhkan satu strategi yang memang berbeda-beda untuk masyarakat kita, kemudian kami juga masih memiliki 24 desa tertinggal dan 50 desa terpencil hal ini menjadi sangat miris bagi kami di Kabupaten Karawang yang notabenenya itu kawasan industri,” ungkapnya.

Selanjutnya, Dwi menjelaskan data hasil rekapitulasi Pemerintah Kabupaten Karawang pada 26 September 2021 mengungkap akses sanitasi terkini mencapai 87,13% dan desa yang telah melaksanakan STBM sebesar 89,00% dan desa ODF 47,57%.

Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Depok, Dudi Mi’raz Imaduddin menyampaikan dengan luas wilayah 200.029 Km2 dan jumlah penduduk 2.254.513 juta jiwa serta kondisi geografis yang dilewati tiga sungai besar seperti Sungai Cikeas, Sungai Ciliwung, dan Sungai Angke juga memiliki tantangan dalam pembangunan air minum dan sanitasi. Tantangan ini mulai dari pemahaman masyarakat terhadap Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), kondisi fisik bangunan pelaku sanitasi yang tidak memadai, sampai terbatasnya akses jalan pada permukiman padat dalam proses penyedotan lumpur tinja yang menyebabkan idle capacity pada Intalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).

Di penghujung acara perwakilan dari Direktorat Sanitasi Kementerian PUPR, Asri Indiani menyampaikan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat maupun pemerintah kabupaten dan kota-kota yang ada di wilayah Jawa Barat dalam upayanya sampai saat ini dalam meningkatkan capaian akses air minum dan sanitasi aman, juga tidak lupa kami sampaikan apresiasi kepada USAID melalui program IUWASH PLUS yang selama 5 tahun terakhir banyak bekerja sama secara intensif baik dengan Kementerian PUPR pusat maupun daerah untuk mendukung pencapaian akses air minum dan sanitasi aman.

Asri juga kembali menekankan antara pemimpin dan pemerintah daerah untuk saling berkomitmen dalam pengelolaan sektor air minum dan sanitasi, menerapkan dan mengembangkan inovasi pengelolaan air limbah domestik sesuai dengan karakteristik kearifan lokal masing-masing Kab/Kota, masih diperlukannya kolaborasi dan komitmen antar pemangku kepentingan untuk menciptakan dan meningkatkan supply dan demand dalam pengelolaan sanitasi, dan terakhir masih memerlukan pengelolaan grey water baik dari regulasi maupun standarisasi di Jawa Barat.

Dalam penutupnya, Virgi juga menegaskan pentingnya komitmen dan kemitraan dalam upaya di bidang air minum dan sanitasi. “Komitmen kuat Pemerintah Indonesia dan kemitraan melalui USAID IUWASH PLUS akan berkontribusi dalam mencapai capaian tujuan pembangunan berkelanjutan seperti apa yang sudah direncanakan dalam RPJMN 2020-2024 yang mana Indonesia menargetkan akan terlayani 100% air minum layak dan 15% air minum aman, dan 90% akses sanitasi layak termasuk 15% sanitasi aman,” pungkasnya.