Kick-off Meeting SDGS 6, Penyusunan Peta Jalan Air Minum dan Sanitasi Aman


Kementerian PPN/Bappenas bekerja sama dengan UNICEF, mengadakan kegiatan Kick-off Meeting SDGs 6 dalam rangka penyusunan peta jalan untuk air minum dan sanitasi aman yang berlangsung pada 22 Juni 2021.

Kegiatan yang dibuka oleh Deputi Bidang Prasarana dan Sarana kementerian PPN/Bappenas tersebut dihadiri sejumlah undangan dari Kementerian terkait seperti Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), serta mitra pembangunan.

Dalam sambutan pembukaannya, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana  Kementerian PPN Bappenas, Josaphat Rizal Primana menyampaikan bahwa masalah air minum, hygiene, sanitasi itu adalah masalah yang sudah bertahun-tahun dihadapi.

“Untuk itu kita perlu membangun komitmen, memantapkan koordinasi, sinergi serta kolaborasi untuk bisa membangun roadmap yang satu kesatuan agar target bisa tercapai di tahun 2030 nanti,” Ungkap Rizal.

Koordinasi, kolaborasi dan sinergi ini, menurut Rizal sangat diperlukan mengingat ada banyak pihak yang terlibat di bidang air minum dan sanitasi.

“Mulai dari kementerian dan lembaga, serta mitra pembangunan serta ahli-ahli yang tentunya sudah lama berkecimpung di areal air minum dan sanitasi,”

Penyediaan akses air minum dan sanitasi aman sebagai prioritas nasional ini juga diatur dalam undang-undang, diantaranya PP. No 2 Tahun 2018 tentang standar pelayanan minimal (SPM), dimana dalam pasal 7 ayat 2 disebutkan jenis pelayanan dasar dalam SPM pekerjaan umum terdiri atas pemenuhan kebutuhan air minum dan pelayanan pengolahan air limbah domestik.

“Pada PP. No 2 Tahun 2018, pasal 7, disebutkan bahwa peta jalan (roadmap) air minum dan sanitasi nasional merupakan penjabaran kebijakan dan strategi penyediaan air minum dan sanitasi,” Jelasnya.

Selain PP. No 2 Tahun 2018, Rizal juga menyebutkan sejumlah undang-undang lainnya seperti Perpres 185 Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Air minum dan Sanitasi, Perpres No. 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024 dan Perpres 56 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan TPB/SDGs.

Dalam pemaparannya, Deputi juga menyoroti kenaikan Gross Domestic Bruto (GDP) Indonesia yang tidak sebanding dengan akses perpipaan. Menurutnya, GDP Indonesia termasuk tertinggi jika dibandingkan dengan negara asia lainnya, namun bicara akses perpipaan, Indonesia justru yang paling rendah.

“Kenaikan GDP hingga mencapai 1,8 kali lipat dalam kurun 2010 – 2018, namun untuk akses perpipaan air minum hanya naik 1,3 kali lipat pada periode yang sama. Ini artinya kemajuan ekonomi tidak sebanding dengan kemajuan penyediaan air minum dan sanitasi di masyarakat,” jelasnya.

Roadmap Air Minum dan Sanitasi ini, kembali ditekankan oleh Rizal, sebagai upaya pemerintah Indonesia serta bentuk komitmen seluruh pihak untuk berkolaborasi dalam pencapaian akses aman 2030, serta menjadi input dalam penyusunan RPJMN 2025 – 2029 serta RPJPN 2025 – 2050 di bidang air minum dan sanitasi.

Sementara itu, Chief of WASH UNICEF, Kannan Nadar mengingatkan pentingnya untuk tetap berproses meski ada terkendala masalah data yang kurang memadai. “Kurangnya data yang memadai, seharusnya tidak menghentikan proses perencanaan, selama praktik di lapangan seperti wawancara narasumber tetap dilakukan dan sesuai dengan kenyataan di lapangan,” ujar Kannan.

Kannan juga mengatakan bahwa penting untuk bersama-sama dalam proses mencapai SDGs terutama mendorong daerah yang masih kurang dengan dukungan teknis yang kuat dari pemerintah pusat.

Direktur  Perumahan dan Permukiman, Kementerian PPN/Bappenas, Ibu Tri Dewi Virgiyanti mengatakan bahwa pembangunan air minum, hygiene dan sanitasi aman bukan pembangunan infrastruktur.

“Ada banyak aspek dalam membangun air minum, hygiene dan sanitasi aman untuk menjadi sebuah layanan, Mulai dari regulasi, peningkatan kapasitas, perubahan perilaku masyarakat, alokasi dana serta pengembangan infrastruktur dan layanan sesuai karakteristik dan kebutuhan daerah,”jelasnya.

Virgy mengatakan ada beberapa hal yang harus dilakukan dan menjadi pedoman. Pertama, timeline roadmap hingga tahun 2030 dan adanya target pertahun di setiap roadmap, kedua, Roadmap juga harus saling sinergi, ketiga ada matriks peran dan tanggung jawab setiap pelaku , task force yang berperan dalam membantu penyediaan data dan informasi, disusun dengan diagnosa yang tepat.

Sementara itu dalam pemaparannya, Kasubdit Perencanaan Teknis Direktorat Sanitasi, Kementerian PUPR, Marsaulina, menyampaikan sejumlah isu dan tantangan dalam pengelolaan air limbah domestik, seperti pengelolaan yang belum dilakukan secara profesional, serta masih terdapat kab/kota yang belum memiliki IPLT.

 “Pengelolaan infrastruktur sanitasi belum dilakukan secara profesional, masih terdapat kab/kota yang belum memiliki IPLT hanya terdapat 306 unit IPLT terbangun di 298 kab/kota, serta dukungan program dan pendanaan untuk air limbah domestik lebih banyak diberikan untuk pembangunan tangki septik tanpa diimbangi dengan penyediaan lumpur tinja,” jelasnya.

Direktur kesehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan, R. Vensya Sitohang, dalam pemaparannya menyebutkan arah kebijakan dan strateginya adalah meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta.

“Terutama penguatan layanan kesehatan dasar, dengan mendorong peningkatan upaya promotif dan preventif didukung dengan pemanfaatan dan inovasi,” Kata Vensya.

Beliau juga menyebutkan inovasi yang akan dilakukan untuk percepatan target sanitasi, seperti intervensi kesehatan lingkungan melalui padat karya tunai, adanya insentif atau penghargaan, verifikasi STBM secara virtual, dan pengembangan e-monev STBM dari hanya 1 pilar menjadi 5 pilar.

Peningkatan kapasitas dan kemampuan Pemerintah Daerah menjadi salah satu strategi yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri. Menurut Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah II, Iwan Kurniawan, perlu untuk menyusun strategi peningkatan kapasitas pemerintah daerah.

“Terutama dari hulu, yaitu pada perencanaan dan penganggaran. Pada titik ini, aspek yang sangat penting adalah penguatan data dan informasi yang mampu menggambarkan secara akurat kondisi serta permasalahan air minum dan sanitasi di daerah masing-masing,” jelasnya.

Terkait dengan pembangunan air minum, Dades Prinandes, Kasubdit Perencanaan Teknis SPAM Kementerian PUPR menyebutkan ada 4 hal prinsip yang diperlukan dalam pembangunan air minum aman.

“Pertama adalah Kuantitas, kita punya standar kebutuhan air minum 60 liter/orang/hari, Kualitas yang sesuai standar kesehatan Permenker No. 492 Tahun 2010, Kontinuitas yaitu mencukupi kebutuhan air minum selama 24 jam, serta Keterjangkauan, mudah diakses dengan biaya yang terjangkau,” jelasnya.

Terkait dengan parameter yang digunakan untuk Roadmap penyelenggaraan pelayanan air minum aman, di tahun 2024, Dades mengungkapkan ada 5 hal, mulai dari 100 % akses air minum layak dengan 15 persen akses air minum aman, 100 PDAM berkinerja sehat, penurunan NRW sebesar 25 %, 7 kab/kota menerapkan Zona Air Minum Prima (ZAMP) dan 3 PDAM menerapkan SGWM.

Untuk tahun 2030, Dades menjelaskan sejumlah parameter tersebut ada yang mengalami penyesuaian, seperti penurunan NRW ditekan hingga 20 persen.

“Kenapa 20 persen, kita coba karena sudah sesuai dengan, kalau tidak salah, di Permendagri, diharapkan 20 persen untuk NRW. Jika hal itu tercapai maka sudah banyak yang bisa dikompensasi untuk penambahan jaringan perpipaan,” ungkap Dades.

Kompensasi yang dimaksud oleh Dades terkait dengan kebutuhan 16 juta sambungan rumah untuk mewujudkan target 100 persen akses air minum aman, dimana kondisi penambahan tersebut memerlukan penambahan 80 ribu liter/detik.

Setelah sesi panel, acara kemudian dilanjutkan dengan diskusi kelompok. Dalam sesi diskusi kelompok peserta dibagi ke dalam empat kelompok, air minum, sanitasi aman, hygiene, dan Stop Buang Air Besar Sembarangan.

Peta Jalan Air Minum dan Sanitasi Aman ini rencananya akan disampaikan dalam perhelatan rutin Konferensi Sanitasi dan Air Minum Nasional (KSAN) Tahun 2021.