Membangun Rumah untuk yang Lemah Inovasi Jawa Tengah Atasi Backlog Rumah untuk Warga Miskin

SEMARANG— Sudah 23 tahun Yayan Haryana (49) tinggal di Kota Magelang, Jawa Tengah. Namun selama itu pula, Yayan hidup nomaden atau tidak menetap. Berpindah-pindah mulai dari rumah mertua, rumah kontrakan, hingga Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa). Selama lima setengah tahun terakhir, lelaki asal Kabupaten Garut, Jawa Barat itu, bersama istri dan dua orang anaknya tinggal di Rusunawa Potrobangsan, Kota Magelang.

 Yayan mengira, hidup tanpa memiliki rumah semula disangkanya takdir hidupnya. Harga rumah yang tinggi tak terjangkau oleh pedagang keliling sepertinya. Karenanya, bermimpi memiliki rumah pun tak berani Yayan lakukan.

Namun takdir bisa berubah. Hidup berputar. Itulah yang terjadi pada Yayan kemudian. Bermula dari informasi yang didapatnya dari pengurus paguyuban warga di rusunawa yang ia tempati. Menurut informasi tersebut, ada program bantuan pembangunan rumah dari pemerintah. Syaratnya warga harus membeli atau memiliki tanah terlebih dahulu, lalu rumahnya dibangunkan oleh pemerintah.

 “Awalnya ada informasi dari pengurus paguyuban warga di rusunawa, kalau ada program beli tanah dapat rumah dari pemerintah. Jadi warga membeli tanah, nanti rumahnya dibangunkan oleh pemerintah. Syaratnya warga mengumpulkan fotokopi KTP dan KK serta namanya masuk dalam DTKS atau Data Terpadu Kesehjahteraan Sosial dari Dinas Sosial. Untuk mendapatkan bantuan itu, prosesnya seleksi,”ujarnya, Senin (25/10), di Perumahan Kampung Tulung, Kota Magelang.

Perumahan Kampung Tulung adalah masa depan Yayan dan keluarga, serta 19 warga lainnya. Dalam proses seleksi untuk mendapatkan bantuan, terdapat 20 warga yang lolos, termasuk nama Yayan di dalamnya. Yayan tak dapat menggambarkan kegembiraannya karena dirinya tak mengira akan lolos mengingat jumlah warga Rusunawa Potrobangsan yang mendaftar program mencapai 200 orang lebih.

Menurut Yayan, syarat utama lolos mendapatkan bantuan adalah nama warga masuk dalam DTKS. Ia bersama 19 warga lainnya kemudian mendapat fasilitasi Dinas Perumahan Rakyat dan Permukiman Kota Magelang untuk membentuk kelompok dan mencari tanah yang akan dibeli. Setelah beberapa waktu, komunitasnya memperoleh sebidang tanah berukuran 1.400 meter persegi di Kampung Tulung, Kelurahan Magelang, Kecamatan Magelang Tengah.

 “Alhamdulillah, kami dapat tanah di sini, harganya murah sekali yaitu Rp 450 ribu per meter. Luasnya 1.400 meter persegi,”cerita Yayan.

Komunitas kemudian difasilitasi Pemkot Magelang membeli tanah tersebut dengan mekanisme kredit. Karena kondisi ekonomi warga mayoritas miskin, tidak ada satu pun bank yang mau membiayai pembelian rumah itu. Menghadapi kondisi demikian, Pemkot Magelang kemudian menggandeng Bank BPR/BKK Kota Magelang. Pihak bank kemudian berkenan membiayai pembelian tanah itu.

 “Setelah tanah bisa dibeli, tanah masih harus dikeringkan dan dikeraskan. Total biaya yang harus ditanggung setiap warga 42 juta rupiah. Itu sudah termasuk biaya pengeringan dan pengerasan tanah dan pemisahan sertifikat. Empat puluh dua juta itu dicicil selama 15 tahun dengan cicilan perbulan 354 ribu,”jelasnya.

Dikatakan Yayan pula, untuk yang membeli kontan, harganya 39,2 juta rupiah. Yayan adalah salah satu warga yang membeli kontan. Proses pembangunan rumah saat ini sedang berjalan. Ia sudah memiliki angan-angan membangun dua kamar tidur di rumah seluas 70 meter persegi itu.

 Sebagai pedagang keliling aksesoris wanita, mendapatkan rumah melalui bantuan itu merupakan rejeki tak terkira buat Yayan. Apalagi hal itu terjadi di akhir masa sewanya di rusunawa yang akan berakhir tanggal 31 Mei 2022 mendatang. Sambil menunggu rumahnya jadi, ia masih akan tinggal di rusunawa. Jadi, kelak, selepas keluar dari rusunawa, Yayan dan keluarga pindah ke rumah  mereka sendiri. Ia tak lagi menjadi warga nomaden.

Kebahagiaan yang dirasakan Yayan, dirasakan pula oleh Erna Pitamusayana (49). Rumah bantuan yang didapatnya dari pemerintah datang pada saat ia dan keluarga harus meninggalkan rusunawa yang selama ini ditempati. Erna sudah hampir 10 tahun tinggal di Rusunawa Kyai Mojo, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Bahkan saking bahagianya, ia sudah menempati rumahnya, meskipun pembangunannya belum selesai.

“Yah bagaimana lagi, kami sudah harus keluar dari rusun. Jadi meskipun belum jadi, rumah ini kami tempati. Saya senang sekali dapat bantuan rumah ini. Rasanya kayak mimpi. Walau nanti kami harus mencicil selama 10 tahun, InsyaAllah bisa. Saya senang,”ujar Erna.

Erna, suami dan dua anaknya adalah satu dari 52 keluarga di Kabupaten Jepara, yang mendapatkan bantuan rumah dari pemerintah melalui mekanisme pembelian tanah dengan kredit di BPR/BKK. Untuk di Jepara, bank pemberi kreditnya adalah PT Bank Perkreditan Rakyat BKK Jepara (Perseroda). Di Kabupaten Jepara lokasi rumah berbasis komunitas ada di Desa Kedungcino, Kecamatan Jepara.

Erna bekerja sebagai pedagang sayur. Suaminya, Yoyok, berprofesi sebagai tukang jahit. Kondisi ekonomi keluarga Erna pas-pasan, bahkan kurang. Oleh karenanya, memiliki rumah walau harus membeli tanah dengan cara mencicil, adalah anugerah. Sebagaimana mekanisme penerima bantuan yang harus membeli tanah terlebih dahulu, Erna harus membayar cicilan pembelian tanahnya sebesar Rp 486.000 perbulan dalam jangka waktu 10 tahun. 

Bantuan yang diterima Erna, juga Yayan adalah fasilitasi Dinas Permukiman Provinsi Jawa Tengah melalui Program Pembangunan Baru Backlog yang berbasis komunitas. Program ini telah berjalan sejak tahun 2020 lalu dan mengambil taglineJateng Gayeng  Mbangun Omah  Bareng, Tuku Lemah  Oleh Omah” atau yang berarti Jawa Tengah membangun rumah bersama masyarakat dan stakeholder, membeli tanah mendapatkan rumah.

Dukungan Provinsi Dalam Pengurangan Backlog

Kepala Dinas Permukiman Provinsi Jawa Tengah, Arief Djatmiko mengatakan, bantuan pembangunan rumah yang diterima oleh Yayan Haryana dan Erna Pitamusayana, adalah bagian dari pembangunan 186 unit Pembangunan Baru rumah untuk warga miskin di Jawa Tengah tahun 2021. Program ini dimulai tahun lalu dengan membangun 200 unit dan untuk tahun 2022 mendatang direncanakan akan dibangun 315 unit rumah.

 “Program ini untuk mengurangi jumlah backlog atau angka kekurangan jumlah rumah untuk masyarakat miskin. Jumlah backlog Jateng ada 419.000,”ujar Miko, panggilan akrab Arief Djatmiko.

Menurut Miko, dasar hukum bantuan pembangunan rumah itu adalah Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 83  Tahun 2018 tentang  Pedoman Pengelolaan  Pemberian Hibah dan  Bantuan Sosial yang  Bersumber dari Anggaran  Pendapatan dan Belanja  Daerah Provinsi Jawa  Tengah. Dalam implementasi bantuannya, Pemprov Jateng membantu pembangunan struktur Rumah Unggul Sistem Panel Instan (RUSPIN) untuk rumah tipe 36. Komponen strukturalnya berupa dinding keliling tanpa sekat kamar, rangka atap dan penutup atap. Besar bantuan biaya pembangunan per rumah Rp 35 juta dengan tambahan Rp 1,8 juta untuk upah tenaga padat karya.

Dikatakan Miko, tujuan program ini adalah bagaimana agar warga miskin memiliki rumah. Hal ini karena beberapa rumah yang disediakan pemerintah sifatnya sewa. Sewa itu berjangka waktu antara 3 sampai 5 tahun. Tahun lalu pihaknya diminta Gubernur Ganjar Pranowo untuk menyelesaikan penghuni rumah susun yang masa sewanya sudah habis.

“Nah kalau mereka keluar dari rusun menjadi tidak punya rumah, homeless lagi,”ujar Miko.

Pihaknya kemudian berusaha memfasilitasi pengadaan rumah bagi warga miskin itu dengan program yang sudah ada, misalnya Fasilitas Likuiditas Pembangunan Perumahan atau FLPP. Ternyata dalam praktiknya untuk mengikuti program dari Pemerintah Pusat itu tidak mudah. Pihaknya kemudian berinovasi dengan program pembangunan perumahan berbasis komunitas.

Dijelaskan Miko, program itu ditawarkan kepada para penghuni rusunawa. Syaratnya adalah yang masuk dalam daftar Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dikeluarkan oleh Kemensos. Mereka sepakat membentuk komunitas, kemudian mencari tanah. Syarat tanah yang bisa dibeli adalah yang sesuai peruntukannya dalam RT dan RW, yang bisa digunkan untuk perumahan.

“Lalu bagaimana caranya membeli? Kita fasilitasi kepada pihak perbankan. Bank umum tidak bisa. Meskipun kita juga konsultasi dengan Jamkrida. Kemudian kami inovasi dengan BPR/BKK, ternyata bisa dan mereka tertarik membiayai, dengan bunga antar  6-9% selama 10-15 tahun,”ujar Miko lagi.

 

Dukungan Pembiayaan Perbankan

Sementara itu, Kepala Bagian Pemasaran PT Bank BPR BKK Kota Magelang, Suyamto, mengatakan pihaknya memiliki misi yang sama dengan pemerintah untuk membantu warga miskin memiliki rumah. Oleh karenanya, begitu mendapat penawaran dari Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Kota Magelang, pihaknya bersedia mengucurkan kredit untuk pembelian tanah guna pembangunan perumahan berbasis komunitas di Kota Magelang.

“Kami memberikan kredit sebesar Rp 42 juta per orang, dengan cicilan sebesar Rp 362 ribu perbulan selama 10 tahun. Saat ini kami fasilitasi 20 orang warga yang mendapat bantuan rumah ini,”jelas Suyamto.

Kepedulian kepada warga miskin sebagai komitmen Bank BPR/BKK juga disampaikan Pemimpin KPO PT Bank Perkreditan Rakyat BKK Jepara (Perseroda) Hartadi. Menurut Hartadi, membantu warga MBR adalah salah satu visi dan misi bank yang dipimpinnya. Sebab PT BPR BKK adalah bank milik pemerintah (provinsi dan kabupaten). Oleh karenanya, mereka bersedia membiayai kredit pembelian tanah warga yang mendapat bantuan rumah.

Terkait kekhawatiran debitur mengalami gagal bayar, pihaknya tetap menerapkan prinsip kehati-hatian. Misalnya, bank selalu memberikan literasi keuangan kepada debitur. Selain itu, sertifikat rumah menjadi agunan sampai dengan kredit lunas.

      

Kolaborasi Semua Pihak Dalam Penyediaan Perumahan

Realisasi bantuan pembangunan rumah tahun 2021 di 6 kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Cilacap, Brebes, Jepara, Purbalingga, Kendal dan Kota Magelang. Di Cilacap lokasi perumahannya di Desa Karangsari, Kecamatan Adipala. Komunitas yang mendapat bantuan adalah pengrajin Gula Aren dengan jumlah anggota penerima 51 orang.

Di lokasi ini, Pemerintah Provinsi tidak sendiri, namun berkolaborasi dengan para pihak di antaranya Dispermades Provinsi membangun makadam jalan dan drainase, Pemerintah Kabupaten membantu jalan aspal, dan RTH (taman)  dengan total lebih kurang Rp. 200 juta. Selain itu dari pihak ketiga pembangunan struktur mushalla, jaringan listrik (PLN) dan dari Baznas berupa finishing mushalla.

Lokasi pembangunan bantuan rumah di Kota Magelang berada di Kelurahan Magelang, Kecamatan Magelang Tengah dengan penerima manfaat komunitas penghuni Rumah Susun dan Rumah Khusus. Di sini jumlah anggotanya ada 21 orang (20 orang di lahan komunitas 1 di luar lahan komunitas).

Sementara di Kabupaten Purbalingga lokasinya ada di Desa Toyareka, Kecamatan Kemangkon. Jenis Komunitas adalah Penghuni Rusunawa Garuda dengan jumlah anggota 16 orang. Di Kabupaten Kendal berada di Desa Sudipayung, Kecamatan Ngampel. Di sana jenis komunitasnya buruh dengan jumlah anggota 25 penerima bantuan. Di Kabupaten Brebes ada di Desa Paguyangan, Kecamatan Paguyangan. Di sana ada 21 anggota dari komunitas buruh dan sopir. Sedangkan di Kabupaten Jepara lokasinya di Desa Kedungcino, Kecamatan Jepara. Jumlah penerima ada 52 orang dengan jenis komunitas karyawan swasta, buruh harian lepas dan nelayan.

Semua proses pembangunan rumah bantuan itu tidak dilakukan Pemerintah Provinsi sendiri, namun berkolaborasi dengan pihak lain. Selain dari BPR/BKK, Pemerintah Kabupaten/Kota, juga ada dari donatur, BAZNAS, dan pihak lainnya. Semua bergerak untuk mewujudkan warga yang ekonominya lemah mendapatkan rumah.

(*)