Pemberdayaan Perempuan di Pembangunan IPAL Sanimas IDB Muara Lawai

MUARA ENIM — Kamis, 22 November 2018

Sudah sejak akhir September 2018, kaum ibu di Desa Muara Lawai tidak lagi meninggalkan desa pukul 4 pagi dan menempuh 2 jam perjalanan ke kebun sawit. Tidak lagi perlu mereka menyiangi rerumputan dan menyemprot pupuk sebagai buruh kebun sampai maghrib. Pagi itu, Kamis (22/11), para ibu sudah siap sedia berkumpul di rumah Kepala Dusun untuk mengerjakan pembuatan pipa saringan IPAL pertama di desa mereka.

Satu potong pipa saringan tersebut dibuat dari 7 botol aqua. Untuk IPAL yang dibangun dari hasil hibah Sanimas IDB tersebut, dibutuhkan sekitar 500kg botol aqua. Meski demikian, tidaklah sulit untuk mengumpulkan para ibu untuk beramai-ramai mengemban misi ini.

"Diajak mencari uang, [reaksinya] cepat. Kan anak-anak perlu jajan. Dapur perlu berasap," ungkap Rinawati, yang merupakan Bendahara Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) IPAL Muara Lawai.

Rinawati, yang juga merupakan Ketua Pokja 1 sekaligus Bendahara Pokja 4 di kelompok PKK setempat, lantas menjelaskan bahwa kaum ibu rumah tangga di Desa Muara Lawai memang sehari-harinya tidak lepas dari rutinitas mencari nafkah.

"Macem-macem kerjanya. Ada yang sawit. Ada yang buruh harian, ada yang jualan. Tapi emang kalau di sini, biasa ibu-ibunya kerja. Tidak mengandalkan suami. Jadi wanita-wanita mandiri," ujar Rinawati.


Selain Rinawati, ada pula Susi yang menjabat sebagai Sekretaris Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Di Desa Muara Lawai, kelompok yang bertugas memandu pelaksanaan pembangunan IPAL ini terdiri dari 7 orang. Sebagai bagian dari Program Hibah IPAL Sanimas IDB, memang terdapat prasyarat yang mewajibkan agar 1/3 anggota Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) terdiri dari kaum perempuan.

Menurut Helmanida, Senior Tim Fasilitator Lapangan Program Sanimas IDB untuk Kabupaten Muara Enim, ada kecenderungan bagi perempuan untuk menempati peranan sebagai bendahara di daerah-daerah dampingannya. Konon, hal ini karena perempuan dianggap lebih telaten & jujur.

"Perempuan itu banyak dipercaya jadi Bendahara. Karena, ya, katanya sih kalau masyarakat bilang itu terutama kalau perempuan itu karena dia 'cerewet'. Yang kedua, dia teliti kalau masalah keuangan," jelas Helmanida. "Katanya gitu, kesepakatan di rapat."

'Rapat' yang dimaksud tak lain adalah ajang rembuk masyarakat yang sudah dilakukan jauh-jauh hari, pada saat tahap pra-pembangunan IPAL. Sebagai salah satu dari daerah penerima bantuan Sanimas IDB di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, Desa Muara Lawai turut penerima penyuluhan akan pentingnya keberadaan IPAL untuk warga mereka. Di tahap ini pula, tim KSM yang berperan sebagai pemandu pelaksanaan pembangunan IPAL tersebut terbentuk dari hasil rembuk warga.



Dimotori oleh Rinawati dan Susi, sebanyak 12 ibu rumah tangga Desa Muara Lawai aktif turun tangan dalam membangun IPAL. Seringkali, menyesuaikan kebutuhan gugus tugas tertentu, hanya sebagian dari 12 ibu rumah tangga ini yang diperlukan tenaganya. Untuk itu, Rinawati dan Susi memberikan pengertian kepada ibu-ibu yang lain untuk membagi giliran kerja.

Sejauh ini, kaum ibu baru kedapatan 2 kali bertugas: sebagai pengaduk & pengoper ember semen, serta sebagai pembuat saringan pipa. Gugus tugas untuk kaum ibu ini lebih sedikit frekuensinya dibanding untuk kaum bapak. Untuk setiap kali mereka bertugas, para ibu diupah Rp 80ribu/hari. Lebih kecil dari pendapatan mereka yang bekerja di kebun sawit, memang, sebesar Rp 100ribu/hari.

Namun di sisi lain, dalam menjalankan tugas ini, para ibu mengaku tidak kesulitan jika harus sembari mengurus anak. Pasalnya, ketika mereka berkumpul di rumah kepala dusun, anak-anak mereka pun dapat ikut kumpul dan bermain bersama. Pun, para ibu tidak akan kesulitan jika sewaktu-waktu perlu menengok rumah, atau memasak di kala jam istirahat.


***