Target UA 2019 Mendesak, Dinas Perkimtan Sulsel Dorong Kabupaten/Kota Operasionalkan IPLT

MAKASSAR — Kamis, 12 April 2018

Pengelolaan lumpur tinja di Indonesia masih banyak kendala. Demikian pula halnya di Provinsi Sulawesi Selatan. Sebagai bagian dari upaya pemicuan horizontal learning, Dinas Perumahan Kawasan Perumahan Permukiman dan Pertanahan (Perkimtan) mengundang perwakilan Kota Makassar dan Kabupaten Soppeng untuk berbagi praktik baik di daerahnya masing-masing.

Bedah praktik baik yang terangkum dalam acara “Sosialisasi Teknis Pengelolaan dan Operasional IPAL dan IPLT” di Makassar, Kamis (12/4) hari ini menghadirkan peserta OPD pengelola lumpur tinja (sanitasi) dari 24 kabupaten/kota.

Unggul di aspek kelembagaan, Kota Makassar memberikan pembelajaran terkait penguatan kelembagaan dan operator pengelola. Sementara itu, Kabupaten Soppeng hadir dengan cerita sukses terkait model pembelajaran pengelolaan lumpur tinja yang integral dan berkelanjutan.

Menurut Kepala Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Bappeda Kota Makassar, Imbang Muryanto, penting untuk ada pemisahan antara peran operator dan regulator dalam pengelolaan lumpur tinja.

“Lembaga pengelola lumpur tinja idealnya berfungsi sebagai operator. Pembentukan lembaga tersebut untuk memisahkan peran operator dengan regulator agar pengelolaan lumpur tinja dapat optimal,” jelas Imbang.

Lebih lanjut lagi, Imbang juga memaparkan kriteria-kriteria kunci yang dapat membantu OPD menilai dan menentukan bentuk kelembagaan yang sesuai untuk kondisi pengelolaan lumpur tinja saat ini. Berdasarkan skala permasalahan maupun potensi pendapatannya, lembaga-lembaga tersebut dapat berbentuk UPTD, PPK-BLUD ataupun Perusahan Daerah (PD).

Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Soppeng, Andi Tenri Sessu, memaparkan bahwa mengelola lumpur tinja tidak harus menunggu dari kondisi ideal. Jika demikian, akan sulit untuk memulainya. Soppeng, misalnya, memulai dengan kondisi tanpa Peraturan Daerah pengelolaan ataupun UPTD.

“Kami belum punya itu semua. Tapi kami lakukan, kami coba saja. Itu semua karena kemauan, karena komitmen pimpinan kami, Pak Bupati sehingga kami semua di Soppeng akhirnya menyadari dan melakukan,”ujar Sekda.

Namun ditekankan Sekda, proses berjalan sambil belajar untuk dapat memenuhi kondisi ideal. Dikatakan, dalam pengelolaan lumpur tinja, langkah awal sebagai kunci adalah advokasi kepada Kepala Daerah. Hal itu yang terjadi di Soppeng. Berkat upaya advokasi, pembelajaran, dan motivasi yang disampaikan oleh tim Urban Sanitation Development Program (USDP), Bupati Soppeng pun bertekad untuk tidak setengah-setengah dalam pengelolaan lumpur tinja.

"Alhasil, lahirlah Gerakan Soppeng Bebas Ancaman Tinja (SoBAT) yang kami deklarasikan tanggal 17 Agustus 2017 lalu. Lewat gerakan ini, Bupati menyemangati lintas OPD untuk menuntaskan pengadaan tangki septik bagi 6.000-an KK di tahun 2018,"tandasnya.

Keberhasilan Gerakan SoBAT adalah kerja bersama. Di Kabupaten Soppeng, lanjutnya, dari Bupati, pejabat eselon dua sampai Kepala Desa pun sudah fasih bicara SoBAT dan apa yang harus dilakukan. SoBAT telah menjadi isu daerah.

“Kami tidak berangkat dari kondisi ideal dan tidak mengganggap yang kami lakukan baik. Kuncinya melakukan, berbuat. Dan kami sudah berbuat, termasuk dalam pelaksanan Layanan Lumpur Tinja Terjadwal yang sudah kami mulai,” tandas Tenri.



***